BUKU
LUSUH YANG MEWAH
Oleh : Trisna Widyastuti
Email : trisnawidy9@gmail.com
Manda
selesai mengerjakan semua tugas kuliahnya, dia bergegas bangkit deari tempat
nya bersemedi selama 1 jam yang lalu, berniat pergi nongkrong dengan beberapa
kawannya di Mall. “Kak Windi aku numpang mandi ya, aku mau jalan ma
temen-temenku”, Wanita berhijab besar dengan wajah yang baby face walau umurnya kini 23 tahun, Windi akan segera wisuda dia
merupakan teman dekat Manda, gadis yang masih semester empat. Windi wanita
dewasa yang sangat ramah, santun, anggun, berwibawa dan berpendidikan dia
selalu menjadi panutan adiknya Manda yang dia kenal dua tahun yang lalu karena
Manda jatuh pinsan saat OSPEK MaBa, semenjak itu mereka akrab dan Manda sering
meminta bantuan apalagi soal tugas kuliahnya mereka sama-sama satu jurusan, Pendidikan
Fisika.
Selesai
Manda mandi, dia ganti baju dan sudah siap untuk pergi. “Sohlat dulu Nda”,
“Nanti deh Kak di musolah Mall aja”, yang ada Manda bukan sohlat tapi malah
selfi dan shoping kalau sudah sampai
Mall. Windi hanya bergeleng setiap dia menasehati Manda namun ada saja
jawabannya, “Kamu nggak pake jilbab?”,”Kan mau ke Mall kak bukan mau pengajian,
Kak Windi mah lama-lama kayak Ustazah”. Windi hanya menanggapinya dengan
menggelangkan kepala lagi dan mulai menutup mulutnya.
Windi
sering bercerita banyak tentang hidupnya begitu juga dengan Manda, Manda sering
menanyakan pada Windi kenapa Windi selalu mengenakan Jilbab dan baju yang
begitu besar itu diusia saat ini? Windi berusaha memberi penjelasan yang dapat
Manda terima dengan bahasa yang mudah. Windi sering mengingatkan Manda untuk
memakai jilbab saat di kampus maupun luar kampus, namun Manda tak pernah
mengindahkannya sampai saat ini. Dia mengatakan kalau dia masih nyaman dengan
dirinya saat ini, dia juga mengatakan,”Sama aja Kak aku berjilbab tapi kelakuan
aku juga masih sering nongkrong, jalan ma cowok, kelayapan malam nggak
bermanfaat lihat tuh di jalan banyak cewek-cewek berhijab pakaian ketat,
boncengan ma cowok, ngomong nggak di jaga”, “Manda kamu tau kan berhijab itu
salah satu kwajiban kita sebagai umat muslim, setidaknya kita ada usaha dan
niat dulu untuk menjalankan kwajiban kita sebagai muslim, Insya Alloh sikap
kita akan terjaga dan terkendali dengan apa yang kita kenakan kalau kita tulus
dengan hati mau berubah, pelan-pelan semua berproses Nda”
Satu
minggu kemudia, hari itu hari gladiresiknya Windi untuk persiapan wisudanya,
dia mengajak Manda untuk menemaninya ke salah satu gedung mewah diantara gedung
mewah lainnya di kota jakarta. “Itu temen-temen Kak Windi?”, “Iya ayok kakak
kenalin, Assalamualaikum”, Sapa Windi pada beberapa temannya yang saat itu
sedang berdialog ringan di depan gedung.
“Waalaikumsalam”,
Jawab serempak dengan ramahnya menyambut senyum kearah Windi dan Manda. Mereka
rata-rata berpenampilan sama seperti Windi jilbab yang panjang dan baju yang
sangat syar’i. “Hai win, sama siapa ni?”, Sapa seorang gadis yang berbaju warna
ungu dan jilbab ungu itu, dengan sangat ramah dia menjulurkan tangannya menyapa
kearah Manda. “Manda kak”, “Aku Dini aslli Jogja”,”Hai Manda kenalin aku Nina,
dari Jakarta kok”, Gadis berjilbab Abu-abu itu ikut memberikan tangan kanannya
bermaksud mengajaknya bersalaman dan begitu juga demgan dua gadis yang lain
berjilbab warna hitam dan biru dongker. Dengan senang hati Manda menanggapi uluran
tangan mereka dan tersenyum. Manda mulai tak nyaman hari itu mayoritas teman-teman
dekat Windi semua berhijab mungkin hanya ada satu dua orang saja yang belum
berhijab termasuk Manda.
“Kak
itu Kak Seto kan?”, Tanya Manda pada Windi melirik kearah laki-laki yang sedang
bercanda dengan beberapa kawannya yang tak jauh dari tempat para gadis itu juga
berkumpul. Manda memang menyukasi sesosok laki-laki yang bernama Seto itu
fisiknya yang tampan, tinggi, putih dan wajah yang hampir mirim Kim Soo Hyun,
Seto laki-laki yang soleh, ramah dan berwibawa dia juga merupakan aktifis
kampus maka dari itu Manda juga serijng ikut semua kegiatan kampus danhampir
semua UKM dia ikuti.
Namun
Manda tak pernah berani kalau bicara dengan Seto, “Assalamualaikum
gadis-gadis”, Sapa Seto menghampiri para gadis itu. “Waalaikumsalam”, Jawab
serempak kecuali Manda yang terpenganga melihat kedatangan Seto. “Kok kamu
nggak jawab salam, itu wajib loh”, Tegur Seto ke Manda. Manda mulai sadar dan
menjawab salam, kini dia mulai salah tingkah dan hanya tersenyum. Sejak dari
pertama Manda mengenal Seto dia sering bercerita setiap dia bertemu atau
berbicara entah hanya sedetik saja dengan Seto pada Windi, seperti biasa setiap
Manda bercerita dengan antusias Windi menanggapinya dan menyelipakan sedikit
nasehat pada adiknya itu dan seperti biasa juga Manda tak menghiraukannya dia
terusa saja bercerita, Manda memang anak yang selalu ceria, aktif dan pintar
termasuk crewet.
Hari
H wisuda Windi, hari itu Manda datang membawa beberapa buket bunga untuk Windi
dan beberapa teman Windi yang dia kenal juga beberapa hadiah kecil namun yang
paling special adalah hadiah untuk
Windi orang yang selama ini sudah dianggapnya menjadi kakak. Saat itu ada
sebuah kejadian yang sangat tidak terduga, Seto melamar Windi di hari wisuda
mereka dan dihadapan kedua orangtua Windi maupun orangtua Seto tentu saja
dihadapan Manda, Manda sangat marah, tak percaya dan dia sangat kecewa.
Semenjak kejadian itu Manda tak pernah terlihat di kampus, kos, bahkan ditempat
tongkrongannya. Dia menjauhkan diri dari Windi. Windi merasa bersalah
sesungguhnya dia tak percaya kalau Seto akan melamarnya dihadapan banyak orang
saat hari wisuda mereka, terutama dihadapan Manda. Windi berusaha mencari-cari
Manda kemanapun, namun Windi gagal menemuinya. Dia meninggalkan sebuah
bingkisan kecil didepan kamar kos Manda berharap suatu waktu Manda kembali ke
kos dan mendapati bingkisan itu. Benar dua bulan setelah kejadian itu Manda
kembali ke kos dia bermaksud untuk pindah kos dan mengambil semua
barang-barangnya. Namun saat membuka pintu kakinya menginjak seuatu, Manda
mulai membungkukkan badannya dan mengambil sebuah bingkisan di dekat kakinya,
dia membukanya, sebuah buku yang sampulnya sudah lusuh dan satu lagi sebuah
buku cetak berjudul “Sakaratul Maut”. Manda memasuki kamar kos, dia membuka
buku lusuh itu sebuah catatan harian yang sudah terlihat lusuh, dia baca lembar
demi lembar, kata demi kata matanya mulai berkaca-kaca, dia mulai susah
bernafas dia seperti menyesali sebuah perbuatan. Kini dia mulai membaca buku
satunya tangannya gemetar matanya yang sipit melotot kebuku itu, air matanya
semakin deras bercucuran, bibirnya terkunci rapat dan wajahnya semakin
menunjukan penyesalan yang teramat dalam. Namun semenjak hari itu Manda
mengurungkan niatnya untuk berpindah kos, dia mulai mengenakan jilbab setelah
berminggu-minggu dia ragu dan kini dia semakin terlihat cantik dengan jilbab
yang begitu simpel. Walau Manda belum bisa sempurna berpakaian dia sudah
berusaha menutup auratnya, menjalankan kwajaibannya sebagai muslim, dia ingin
menjadi anak yang solehah dan wanita yang solehah seperti Windi yang berhati
sangat baik.
Kini
kakinya mulai melangkah menyusuri koridor rumah sakit, celana panjang yang tak
terlalu ketat berwarna hitam, kaos hitam sedikit longgar dan long cardigan
berwarna biru juga jilbab simple berwarna senada dengan baju dan long
cardigannya yang menutupi dadanya kini membuat penampilannya lebih terlihat
dewasa dan lebih cantik. Dia memasuki ruangan itu, air matanya mulai mengucur
lagi tas gendong yang dia tenteng dipegangnya erat, sangat erat. Dia sudah
berdiri didepan pintu coklat itu, kakinya tak sanggup dia gerakkan lagi suara
tawa dari dalam ruangan itu terdengar. Lalu pintu coklat itu terbuka, seseorang
berdiri dihadapannya dengan wajah yang terkejut melihat Manda sudah berdiri di
depan pitu, “Kenapa tidak masuk? Ayo masuk”, Ucap Seto yang masih terkejut
dengan sosok Manda sudah ada dihadapannya. Manda menerobos masuk tanpa
mengucapkan satu kata menahan tangisannya berusaha agar tangisannya tidak pecah.
“Manda?”, Ucap Windi dengan senyuman lebar di bibirnya melihat kedatangan
Manda, air matanya menetes meilhat adiknya yang sekarang. “Cantik, kamu
terlihat cantik dengan jilbab ini, kamu cantik”, Windi merasa terharu air
matanya tak henti-hentinya keluar. “Aku fikir aku akan terlambat bertemu Kak
Windi, sudah dua tahun kita berteman dekat kenapa kakak tidak mengatakan
semuanya?”,”Tidak perlu sayang, tapi jangan kamu salah presepsi aku berjilbab
bukan karena aku tidak punya rambut, aku hanya ingin menjadi manusia lebih baik
lagi aku mempersiapkan diri aku untuk akhiratku nanti Manda, aku tidak ingin
aku mengenakan jilbab saat aku sudah dikafani kan”, Windi semakin banyak
mengeluarkan air mata, Manda mulai tak sanggup menahan tangisannya, kini
pertahanannya mulai goyah air matanya keluar juga begitu deras. Dia mengucapkan
maaf berkali-kali. Dia akan menjadi adik Windi yang paling solehah, dia berjanji
akan mengenakan jilbab seterusnya dan terus berusaha meperbaiki dirinya secara
bertahap, terus-menerus. Manda sudah melupakan soal Seto dia tidak peduli
dengan laki-laki dia yakin Tuhan akan mengirimkan dia jodoh yang lebih baik
lagi, kalau dia merubah dirinya menjadi lebih baik dia akan bertemu jodoh yang
lebih baik juga, dia hanya ingin menghabiskan harinya dengan Kakak yang luar
biasa hebatnya. Kakak yang dulu mempunyai kehidupan sebelum berhijrah lebih
parah dari kisah Manda yang kini sudah berhijrah untuk hidupnya sendiri di
akhirat, Windi dan Manda akan menjadi saudara seterusnya mereka begitu
menghargai apa itu arti persaudaraan, islam begitu indah dan Tuhan telah
mempertemukan juga menyadarkan mereka dengan cara-Nya sendiri yang begitu indah
juga.
0 komentar:
Posting Komentar