Lazismu kantor layanan Umbulharjo Aksi bersama untuk sesama salurkan Zakat Infaq Sodaqoh anda melalui rekening BNI Syariah 0457274314 a.n Lazismu Kantor Layanan Umbuharjo dan melalui rekening BUKOPIN Syariah 7709002554 a.n A.Rosyid QQ Lazismu KL.UH

Minggu, 25 September 2016

2 MENIT 1 DETIK

Assalamu'alaikum.. Sahabat Lazis!

Alhamdulillah.. Selamat untuk 30 pemenang penulis naskah Cerpen Islami "Buku Wisata Qolbu". Bagi yang belum masuk nominasi jangan berkecil hati. Masih ada kesempatan-kesempatan lain yang akan menghampiri kamu. Ayo! teruslah berusaha untuk menggali kemampuanmu dengan lebih maksimal. Yakinlah bahwa kamu pasti bisa. Dan terimakasih sekali lagi atas parstisipasi dan perjuangan semua peserta penulis naskah cerpen. Semangat!!

Sesua janji kami bahwa akan memposting cerpen yang belum masuk nominasi. Kami akan menghadirkan cerpen tersebut setiap 2 minggu sekali. Inilah cerpennya selamat membaca..

2 MENIT 1 DETIK
Oleh : Ahsanul Mujahid


            Puncak peradaban Islam di Cina tercapai ketika masa pemerintahan Dinasti Ming, sejarah menyebutkan 6 jendral yang paling dipercaya Kaisar Dinasti Ming adalah muslim.
            “ini kuncinya”, suara ibu kost menghentikanku dari membaca booklet kecil didepanku. Kuambil kunci kamar sembari mengangguk hormat pada ibu kost.
            “Hhhh..”, aku menghela nafas, sekarang aku ada di rantau; Jogjakarta, kota gudeg, tepatnya di Jl. Selokan Mataram, hanya 700 m dr Gedung Fakultas tempat aku belajar yaitu Fakultas Ilmu Budaya. Cukup berjalan kaki untuk kuliah, dan yang paling menyenangkan untuk mencapai kampus, aku melewati masjid kampus UGM, yang sejuk luar biasa dan membuatku betah berlama-lama disana dengan kolam ikan kecil dekat parkir motor, dan kolam luas di halaman masjid lengkap dengan air mancur dengan background kaligrafi lafadz bismillah. Di tempat itulah aku merasakan masa-masa nyantai, suasana ke-Islaman yang sangat khas, kurebahkan tubuhku dan mencoba tidur sebelum aku membereskan barang-barangku.
*********
Sore itu latihan Capoera di depan Graha Sabha Pramana UGM terasa sepi. Capoera olah raga bela diri yang disinergikan dengan menari. Bela diri indah dari Brasil itu kuikuti sejak awal menjadi mahasiswa baru, kebetulan juga semua teman maba (mahasiswa baru) dikostku ikut. Agung, Wicak, Estu dan Felix, seorang Cina keturunan yang baru 2 tahun menjadi muallaf, yang di depan kamarnya tertulis besar-besar 2 menit 1 detik, serta aku sendiri Gusnanto, bukan berarti aku berasal dari keturunan keluarga Kyai yang biasa dipanggil dengan sebutan “Gus” di depannya, tapi melainkan nama asliku dari orang tua adalah Gusnanto. Latihan sore ini sepi karena aku hanya sendiri, Agung naik gunung dengan komunitas MAPALA-nya, Wicak dan Estu sibuk tugas dan Felix teman muallafku itu pergi ke IPB Bogor untuk suatu keperluan.
Tit..tit..tit...tit… suara HPku terdengar, kubaca sms “aslm, gimana latihannya hari ini, seru ga? Ayah ngijinin aku kuliah di jogja nanti, jadi kita bisa ketemuan J love u”. aku tersenyum, asti adik kelasku dipesantren, yang manis dengan kerudungnya, menjadi teman spesialku dalam 2 tahun ini, asti pacarku. Segera kubalas smsnya.
                                                   *********
“Felix, kenapa keluar dari Klub Capoera?”tanyaku “iya ada yang lebih prioritas, jawabnya pendek, sambil membenahi tas ranselnya yang koyak sepulang dia dari Bogor. “Tau nggak, aku lagi ngumpulin artikel tentang Islam di Cina, dan faktanya tahun 2008, saudara-saudara kita Xinjiang Cina dalam Tekanan. Maksudnya mereka dilarang untuk melaksanakan sholat jum’at, dilarang sholat  ied, dilarang mengadakan halqah dan pertemuan-pertemuan ke-Islaman, kalau sampai dicurigai bisa ditangkap,punyaku masih sama keadaannya sampai sekarang. “ Papar Felix
“Kok bisa sih, kan itu HAM, sudah diatur di UU, bahkan PBB?” tanyaku penasaran. “HAM itu hanya lip service, buktinya pelaksanaannya diskriminatif, lihat aja di Prancis sekarang, presidennya melarang kaum muslimah pake kerudung dan jilbab, kalau maksa bisa dihukum, yang sekolah aja dikeluarin gara-gara istiqomah pake kerudung, jadi kalau HAM benar-benar ditagakkan, seharusnya itu tidak terjadi. Belum lagi saudara-saudara kita yang di Pattani Thailand dan suku Moro di Filipina, atau diperbatasan Kashmir – India, mereka ditindas dan ditekan oleh pemerintahan setempat, liat aja di internet. Belum lagi di Tibet, Pakistan dan Afghanistan”.
“Wah, kamu bikin artikel itu juga ya, kok tau banyak…?! Ya pas aku surfing internet cari data tentang Islam di Cina, iseng liat yang lain. Jadi malah tau lebih banyak”.
Aku terdiam, Felix seorang keturunan Cina yang baru 2 tahun masuk Islam, begitu luas mengenal Islam, bahkan di negeri-negeri yang berbeda”. Bandingkan dengan aku…“Gus, kamu enak, sempat nyantri, banyak ilmu agama, karena kan  anak santri itu calon ulama”. “Ha..ha..ha, biasa aja. Eh Felix, dulu masuk Islam gimana? Dan keluargamu gimana?” selidikku.
Felix tersenyum, masih menjahit tas ranselnya yang koyak. “kapan-kapan aku ceritakan, sekarang waktunya mepet, bentar lagi aku ke maskam”. Maskam, sebutan singkat untuk masjid kampus UGM. “ada apaan emang, siang-siang begini?”. Ayo kalau mau ikut , ada diskusi mahasiswa jurusanku, temanya tentang ISLAM: POLITIK DAN IDEOLOGI. Pembicaranya dosen UGM sekaligus HAMFARA, ust. Zakky Imaduddin kandidat doctor universitas kebangsaan Malaysia bidang ekonomi, dan prof Kholid dosen teknik nuklir, Ph.d dari jepang sama pakar politik Fariz Imad  dosen universitas Paramadina Jakarta.
“Wow keren, kok ada teknik nuklirnya ngebahas Islam?” ya. Iyalah nuklir bisa jadi kekuatan militer untuk futuhat nanti, he…he…he. Jawab Felix sambil menyabet handuk didepanya. Tit---Tit---Tit…”Asw, Chayank, aku lagi  online neh, kamu online juga dunk. pake webcam ya ....” sms dari Asti. “Felix aku nebeng sampe depan saja mau ke warnet, ntar aku ditransfer aja ya ilmunya.” Teriakku.
********
Akhir September
Malam itu, kebetulan Agung, Wicak, Estu, Felix dan aku sendiri berkumpul di kost. Agung baru pulang dari gunung Merbabu, gunung keempat yang ditaklukkannya selama satu semester ini. Namun, kepulangannya kali ini membawa sesuatu yang berbeda. Malam itu, bintang – bintang di langit Jogja bersinar dengan terangnya, anginya yang sepoi – sepoi dan hidangan pecel lele menemani kami, lesehan di pojok teras menyempurnakan obrolan kami. “ kemaren pas hamper ke puncak, aku terpeleset dan terguling ke jurang. Berguling-guling sampe 50 meter, sampe ada ranting besar yang bisa kupegang. Dibawahku jurang, dan kalau aku ga kuat pegangan, mungkin tinggal nama. Pas jatuh aku cuma teriak Allah..Allah..Allah aku melihat kematian di depanku…Ya Allah pas bisa pegangan aku menangis, bahkan sampai ditolong , aku masih nangis, Agung gemetar untuk menceritakan kisahnya. dia terdiam sesuatu, kemudian melanjutkan “ sampe aku dipapah ke puncak dan diobati dipuncak, ga nyangka masih bertemu kalian, he..he” Agung tersenyum haru, kali ini ada air mata yang menetes dari kelopak matanya. Wow, seorang Agung menangis.
“Allhamdulillah, semua karena pertolongan Allah” Felix memecah kesunyian dan menepuk bahu Agung. “Sebenarnya, kalau dipikir-pikir, bukan Cuma keadaan seperti Agung itu, yang melihat kematian didepan  mata kita”, kali ini Estu, Subhaanallah, aku yang anak santri masih terdiam
“Tilulit,tilulit, “HP Wicak meraung-raung dari kamarnya, Wicak menyelesaikan makannya dengan cepat, dan berlari kekamar. 5 menit kemudian , dia keluar dengan tas ransel yang penuh dan pamit “Eh, sorry neh bro, aku musti ke Jakkal (Jl. Kaliurang) ada panggilan darurat, nemenin ade-ade Mabit (Malam Bina Iman dan Taqwa) karena ustadz yang diundang ceramah tiba-tiba sakit. Qodarullah, do’ain sukses ya! Assalaamu’alaikum” pamit Wicak sembari bersalaman tangan satu persatu. “Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakaatuh” jawab kami serempak.
“Trus gimana Gung setelah kecelakaan itu?” Tanya Estu melanjutkan obrolan kami yang sempat terputus. “Tempat aku terpeleset ditandai agar pendaki yang lain lebih berhati-hati, trus yang pasti sekarang aku benar-benar menyadari KeMaha Besaran Allah, begitu berartinya hidup kita, sehat kita dan sebagainya. Jadi sejak itu aku ber’azzam untuk ga ngeremehin aktivitas apapun dalam hidup aku. Dan dari empat kali aku mencapai puncak, baru kali itu aku benar-benar merasakan kesadaran maha dahsyat dalam seumur hidupku, dengan badan penuh lecet dan masih gemetar, aku mencoba berdiri tegak di puncak yang paling tinggi, mengingat musibah yang terjadi begitu cepat dan ketika melihat sekeliling, hamparan gunung, pohon, sungai yang nampak kecil, langit yang begitu luas aku merasa kerdil sekali, ga ada apa-apanya dibanding keluasan bumi Allah, sampai aku menangis dan bersujud kok selama ini ga pernah menyadari itu semua, sehingga kuanggap naik gunung itu cuma sekedar having fun saja dan biar kelihatan macho. Sampai Kang Dayat  menyadarkanku kalau sudah lama sekali aku bersujud. Dia menepuk bahuku dan bilang untuk membuktikan kekuasaan Allah dengan melihat makhluk-Nya dan keteraturan yang ada di alam semesta ini sudah cukup, tapi untuk benar-benar membuktikan bahwa kita ini kecil sekali dihadapan Allah, maka carilah tempat yang tinggi atau yang luas, maka kita akan mendapati betapa kecilnya kita dan betapa hebatnya Allah.”
Aku mengangguk setuju dan berkomentar, “wah, jadi pengalaman spiritual dunk,”. “2 menit 1 detik” desis Felix. Aku menoleh pada Felix, “Fel, apa sih maksudnya 2 menit 1 detik, sejak pertama kost sudah ada tulisan itu nempel di depan kamarmu, dan aku lupa terus mau nanyain,” tanyaku.
“Iya, aku merasakan apa yang dirasakan Agung sejak tau 2 menit 1 detik. Sejak itu pula aku memutuskan untuk masuk Islam; setelah lama pemikiranku bergejolak dan banyak pertanyaan yang tidak terjawab di agamaku” papar Felix. Estu tertawa kecil, “ohh yang itu, aku juga sering kebayang, ga nyangka kita punya background kesadaran yang sama”.
“Eh, apa sih, kok aku ketinggalan neh”. Hehehe…. Agung, Estu dan Felix terkekeh. “kamu sibuk pacaran sih..” kata Estu, “Eh, anak santri pacaran juga toh?” Felix heran. “hahaha, Felix yang ketinggalan, ga tahu dia, diam-diam gini Gus kita ini, Gusnanto punya pacar, anak santri juga” jelas Agung sok tahu. “Ah, udah ga usah dibahas, maksudnya apa 2 menit 1 detik?” kejarku. “Waktu itu aku lagi di Tangerang, pas ada Festival Cisadane,  aku kesana buat nonton, waktu itu pemikiranku udah bergejolak, tidak puas dengan agamaku. Iseng - iseng aku maen ke Masjid Al A’dzom Tangerang, masjid dengan kubah terbesar se Asia Tenggara. Disana baru ada Training 2 menit 1 detik. Aku ikut duduk aja di dalam masjid dan mendengarkan. Setelah panjang lebar bicara keimanan, pak ustadz menggambarkan hari kiamat, hadits tentang kedahsyatan hari kiamat, apa saja yang terjadi. Sampai pada hadits bahwa 50.000 tahun di dunia serasa 1 hari saja di padang mahsyar. Kemudian ustadz berhitung :
50.000 tahun       = 1 hari
Maka 70 tahun    =  X hari
Sehingga X hari  = 70/50.000 x 1 hari = 0.0014 hari = 2 menit 1 detik
“Penjelasannya 50.000 tahun di dunia sama aja serasa 1 hari di padang mahsyar, hitung aja umur kita 70 tahun, maka untuk menghitung berapa lama kita hidup di dunia yaitu dengan mengkalikan 70 tahun per 50.000 tahun kali 1 hari. Hasilnya fantastis, 2 menit 1 detik. Itupun kalau umur kita nyampe 70 tahun. Nah kalo ga nyampe? Berarti semakin pendek waktu kita. Wah.., itu dahsyat banget buatku, dan aku ga mau mensia-siakan waktuku lagi untuk terus mencari, langsung kuputuskan inilah kebenaran yang aku cari. Alhamdulillah setelah Training selesai, aku minta dibimbing bersyahadat oleh ustadz tadi, ustadz Mokoginta yang ternyata juga muallaf. Sejak itu aku selalu ingat sama 2 menit 1 detik hidup kita di dunia. So, harus bener-bener beramal sholeh, jangan sampe lengah, takut ntar merugi”. Jelas Felix panjang lebar. Hening semuanya terdiam dengan pikiran kami masing – masing. (tamat)   


0 komentar:

Posting Komentar