CERPEN ISLAMI
TAHAJJUD POHON ALLAH UNTUK BERSANDAR
Oleh : Adinul Muslimin
Email : Adinulmuslimin11@gmail.com
Dimalam
yang sunyi, saya sendirian begadang menulis tata cara baca Al-Quran di
perpustakaan Masjid Al Manar tempat saya tinggal. Malam itu saya sendirian tidak
ada yang menemani hanya pulpen dan buku yang berada diatas meja, hingga tak
terasa jam menunjukkan pukul 21.22 WIB. Mata mulai menuntut haknya untuk
istirahat, lagi-lagi badanpun mulai menggetarkan responnya hingga saya
benar-benar harus tidur. Detik demi detik matapun sudah tidak sanggup lagi
untuk melanjutkan tulisan dan tanganpun mulai merespon negatif atas
penganiayaan yang aku lakukan terhadap diri sendiri, hingga tak terasa aku
tertidur diatas meja dan beralas buku tempat aku tulis dengan tangan
menggenggam sebuah pulpen kecil yang senantiasa menemani aku untuk
menyelesaikan tulisan. Seketika aku tersentak kaget mengingat pena masih aku
pegang di genggaman tanganku itu. Akhirnya akupun berpikir untuk menyelesaikan
tulisanku hingga selesai. Jam sudah menandakan waktu untuk tidur, aku langsung
bangun dari kursi tempat aku duduk tanpa beres-beres dan langsung menutup pintu
lalu mematikan lampu.
Malam
mulai larut, doapun mulai terucapkan oleh mulut dan bibir yang senantiasa siap
melakukannya dengan keinginan pikiran dan hati yang selalu menuntut aku untuk
selalu bangun di setiap malam sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah swt,
bahwa kita dianjurkan untuk bangun di spersatu malam, sperdua malam, atau
spertiga malam. Oleh karena itu aku minta kepada Allah swt untuk membangunkanku
dipertengahan malam. Biasanya aku dibangunkan jam satu atau jam dua pagi,
tetapi karena aku merasa terlambat tidurnya dan kemungkinan capek juga, Allah
swt membangunkanku kurang lebih jam setengah tiga. Setelah terbangun, aku
langsung bersiap-siap, berpakaian rapi dan berwudhu untuk menemui kekasihku Allah
swt.
Selesai
shalat tahajjud yang rakaat ke enam, tiba-tiba terdengar suara gelas yang jatuh
dan pecah hingga membuat aku kaget, dan kemudian aku keluar dari masjid untuk
melihatnya. Ternyata yang aku lihat hanya seekor kucing yang lompat dari atas
lemari tempat mukenahnya para jamaah hingga mengenai gelas kaca yang berada
disamping dispenser. Usai melihtnya sayapun kembali untuk Taqqorrub
kepada Allah swt dan menyelesaikan tahajjud dan witirku. Setelah tahajjud
selesai pikiranku mulai mengarah ke Al Quran, akupun memutuskan untuk mengambil
dan membaca Quran hingga jamaah mulai ramai berdatangan dan para pemuda pondok
La Tahzan ikut membaca Al Quran. Shubuh itu masjid digoncangkan oleh
suara-suara yang merdu yang membuat pepohonan semakin anteng mendengarkan
seolah-olah tidak ada tiupan angin yang menerpanya. Akupun berpikir mungkin
anginnya ikut mendengarkan.
Waktu
sudah menunjukkan pukul 04.21, saya dan santri La Tahzan masih larut dalam
bacaan quran. Alarm shubuhpun mulai mengusik telinga saya untuk mengumandangkan
adzan. Shalat shubuh terlaksana insya
Allah dengan sempurna tanpa kekurangan suatu apapun. Udara dingin di pagi hari
mulai menyengat sampai ke tulang seakan-akan salju yang turun kesasar di daerah
tropis yang membawa sejuta es membuat aku tertarik untuk keluar dari dalam
masjid untuk menghirup udara sejuk. Diselatan masjid aku duduk sambil menikmati
indahnya pagi hari yang merupakan ciptaan paling sempurna dan tidak ada mahluk
yang bisa menirunya, rumah-rumah yang tertata rapi di kiri kanannya masjid masih sangat rapat pintu-pintunya. Kala itu
terdengar suara-suara yang orang yang sedang berbincang, ketika aku mencari
tahu arah suara itu terdapat tiga orang sebaya yang sedang berbincang-bincang di
sebelah utaranya masjid. Setiap pagi pukul 06.00 WIB, kami ada tugas
kebersihan, kebetulan pada hari itu aku terjadwal untuk ngepel masjid. Dari
asyiknya ngepel itu pikiran dan hatiku menuntutku untuk menulis sesuatu, entah itu apa. Setelah aku
ketahui ternyata di pikiranku terdapat ide untuk menulis beberapa kata dan
menguraikannya. Famsyu, Fas ‘Au, Fafirli dan Fastabiqul, empat kata
itulah yang membuat aku cepat-cepat untuk menyelesaikan pekerjaanku.
Famsyu
(berjalan), Fas ‘Au (berlari), Fafirli (berlari dengan
kencang/menambah kecepatan), dan Fastabiqul (berlomba-lomba). Empat
kata inilah yang membawa aku ke sebuah ide, seakan-akan empat kata ini
adalah kata yang sengaja dibisikkan oleh
malaikat kepadaku. Detik demi detik, waktu mulai berlalu dari jauh di NTB sana
aku datang menuntut ilmu sedikit aku ingin menceritakan kisah yang membuat aku
tidak nyaman. Setelah aku sampai di jogja aku nginap di Asrama NTB untuk
beberapa bulan sebelum mulai aktif kuliah, Arama itu bernama BUMI GORA, di
pertengahan bulan aku sudah mulai merasakan nyamannya Asrama. Hampir aku
memutuskan untuk tinggal di asrama, suatu malam aku tidur di kamar tempat biasa
aku tidur entah kenapa dengan nyenyak aku tidur hingga pada pertengahan malam
tercium bau yang tidak sedap yang membuat aku terbangun dan alhamdulillah, aku
bersyukur telah bangun dan ternyata tepat di wajahku ada wajah yang begitu
putih cantik di dalam hatiku berkata “apakah ini bayanganku di cermin”
tapi itu sangat tidak mungkin karena tidak ada cermin diatas sofa, lagi pula
wajah itu menggambarkan wajahnya seorang perempuan. Dengan penuh kesadaran aku
melihat sampai kebawa, ternyata dia adalah seorang perempuan yang sedang tidur
dan memelukku, akupun kaget dan langsung melepas tangannya dan membangunkannya
untuk pindah tempat karena aku dan dia bukanlah muhrim. Lagi-lagi perempuan itu
tidak mau bangun dan tetap mau bersama aku, akhirnya aku memutuskan untuk
memanggil abang disampingku untuk menyuruhya tidur di kamar yang lain, tetap
saja perempuan itu tidak mau. Akhirnya aku sendiri yang pindah, dan mulai saat
itulah aku mulai merasa tidak nyaman tinggal disitu dan pikiranku mulai
berinisiatif untuk pindah di musholla belakang asrama itu, setelah sehari
kemudian datang seorang temanku atas kehendak Allah swt dia mengajakku untuk
tinggal di masjid yang sekarang ini aku diami. Kisah ini mengingatku akan
kisahnya Nabi Yusuf A.S, yang imannya begitu kuat ketika di goda oleh julaekha
istrinya Fir’aun, tetapi sayang aku bukanlah yusuf. Sehari kemudian pas aku mau
ngambil barang-barangku di asrama itu, aku berpapasan dengan perempuan hina itu
tepatnya di tangga, tiba-tiba dia manggilku sayang dan akupun menjawab dengan
kata “maaf siapa ya?” perempuan itu langsung kaget dan dia menjawab
“jadi kamu gitu ya!?” dengan nada yang tinggi dan dahsyat bagaikan petir
menyambar, akupun biasa aja dalam hati berkata “dasar perempuan berhati
gelap?” sambil berjalan menjauhinya. Alhamdulillah aku sangat bersyukur
kepada Allah swt, karena atas perlindungannyalah aku selamat dari perempuan yang
hampir membawaku ke pintu neraka itu. Salah satu kebiasaanku dari kampung
hingga berada di jogja ini ialah shalat tahajjud, tahajjud ibaratkan sebuah
pohon yang berdiri sendiri ditempat yang begitu gersang dan panas yang tidak
ada satupun pohon lain. Bersandar dan berteduhlah dipohon tahajjud itu jika
ingin menghindar dari panasnya matahari, artinya tahajjudlah jika ingin
terhindar dari segala macam ancaman dan bahaya.