Lazismu kantor layanan Umbulharjo Aksi bersama untuk sesama salurkan Zakat Infaq Sodaqoh anda melalui rekening BNI Syariah 0457274314 a.n Lazismu Kantor Layanan Umbuharjo dan melalui rekening BUKOPIN Syariah 7709002554 a.n A.Rosyid QQ Lazismu KL.UH

Senin, 24 Oktober 2016

SURAT UNTUK KAU YANG KU LEPASKAN DEMI ALLAH

Selamat pagi khalayak ramai...
Sudah mandi? Nanti bau loh wkwk
Aduhh kemaren kelupaan nih mau share cerpen islami dari temen-temen yang pinter banget nulis skenarionya..

Yaudah yuuu langsung aja nih ceritanya..
Cap to the cuss CAPCUSSS!!



Surat Untuk Kau Yang Ku Lepaskan Demi Allah

Oleh    : Alfidah Pasudamu
Email  : alfidah26pasudamu13@gmail.com


Aku seorang anak perempuan yang terlahir dikeluarga yang sangat peduli akan agama. Namun hal ini tidak menjamin terpujinya akhlakku. Aku masih seperti gadis biasa. Meskipun aku tergolong wanita yang memutuskan untuk mengenakan jilbab diusia yang relatif remaja, dibekali pengetahuan agama sejak kecil, dan tumbuh dilingkungan yang agamis, namun hal ini tidak menjamin keistiqomahan penampilanku.
“…. Zifa, kok umi perhatiin sekarang kerudungnya makin naik ya nak?”, tanya Umi menghardikku saat aku bersiap – siap berangkat kerumah Ve.
“Iya mi. Zifa mau yang simple – simple ajalah.”, pungkasku layaknya tersangka yang sedang mencari alibi.
“Julurkanlah kerudungmu keseleruh tubuhmu. Masih ingat maksud ayat itu kan Fa?”
“Iya Mi. Nazifa berangkat dulu. Assalamu’alaikum”, sembari mencium tangan wanita yang sangat aku sayangi ini, aku berlari menghindari komentarnya.
Memang semenjak kuliah aku menjadi bertambah sederhana dalam berpakaian. Sederhanaku tak lain adalah penampilan yang hanya menggunakan celana jeans yang tidak terlalu ketat, kemeja kotak – kotak, dan kerudung persegi emat ringan yang jika terpapang cahaya justru akan sangat menampakkan kepalaku.
***
“Assalamu’alaikum. Fa, aku sudah di Taman Kota. Kamu dimana?” Sebuah chat BBm masuk ke handphone ku. Tertulis “Zain” di atas chat tersebut. Laki – laki yang baru sebulan yang lalu menjadi kekasihku.
“Wa’alaikumsalam. Bentar lagi aku kesitu. Sekarang lagi beli minum dulu. Haus heheh”, balasku.
“Oh! Yaudah hati – hati ya sayang. See you”
Senyumku tersungging lebar saat aku membaca pesan ini. “oh ternyata laki – laki pendiam nan kaku ini bisa mengucapkan ‘sayang’, sangat lucu”. Seperti ada yang salah, tiba - tiba aku mengingat umi dan abi dirumah yang tak pernah mengizinkanku untuk berapacaran.
“Ah tidak apa – apa. Umi dan abi tau kok kalau aku dekat dengan Zain sekarang. Lagipula aku kan sudah besar. Masa aku tidak boleh memiliki perasaan dengan lawan jenis.”, gumamku dalam benak sembari mengambil dua minuman mineral dingin dari freezer di minimarket.
“Tapi kan yang melarang untuk tidak berpacaran itu agamaku, bukan orang tuaku”, pikirku. Aku bermonolog dalam pikiran sendiri. “Ah, aku kan pacarannya biasa aja, gak pegang – pegangan. Lagipula aku dengan Zain jarang bertemu. Ini bahkan pertemuan pertama kami setelah resmi berpacaran. Kami kan hanya pacaran lewat telepon”, benakku membela pemikiranku sendiri. Kemudian aku bergegas menuju Taman Kota dengan perasaan yang berbunga – bunga. Berkaca di spion motorku, sudahkah aku terlihat cantik malam ini. Malam itu kami bertemu untuk pertama kali. Duduk berhadapan dan saling malu – malu.
***
“Nazifa, kamu tahu tidak kalau salah satu mahasiswa angkatan kita di Fakultas Farmasi tadi malam meninggal karena kecelakaan?”, tanya teman seperjuanganku di kepanitiaan ulang tahun kampusku.
“Innalillahi wa innalillahi rojiun”, jawabku. Meskipun jawabanku sesingkat itu, pikiranku masih berkeliaran kemana – mana. “Kasihan sekali. Padahal mungkin hari ini dia masih baik – baik saja.”, gumamku dengan pikiran yang masih sedikit diselimuti rasa kasihan.
“Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatu”, suara ketua panitia yang sangat religious itu membuyarkan lamunanku.
“Walaikumsalam warohmatullahi wabarokatu” jawab keseluruhan panitia di ruang rapat malam itu dengan kompak.
“Teman – teman yang sangat saya banggakan. Alhamdulillahirobbil alamin kita masih diberikan nikmat yang besar oleh Allah swt untuk bisa berkumpul di ruang ini pada malam hari ini. Begitu banyak nikmat yang harus kita syukuri malam ini. Nikmat hidup, yang mana pada hari ini telah di ambil dari salah satu teman kita, nikmat sehat, nikmat iman dan masih banyak lagi. Bisa jadi setelah rapat malam ini, salah satu nikmat itu ditarik dari kita, seperti halnya salah satu teman kita tersebut. Siapa disini yang bisa menjamin bahwa setelah rapat ini kita masih hidup? Tidak ada. Lalu siapa yang bisa menjamin bahwa setelah kematian kita tidak akan kekal di dalam neraka? Jawabnnya juga tidak ada. Lalu apa yang telah kalian persiapkan? Jawabannya juga belu ada. Jadi teman – teman, mulai saat ini, setelah rapat ini saya sangat berharap bahwa kita sama – sama mempersiapkan diri kita untuk kehidupan yang lebih kekal. Kita manfaatkan setiap kegiatan kita menjadi sebuah amalan ibadah agar bisa menjadi jaminan kita nanti. Kita jadikan forum rapat kepanitiaan ini sebagai wadah kita untuk saling mengingatkan”, ujar sang ketua panitia yang sontak membuat seisi ruangan tertunduk.
Begitupun denganku saat itu. Begitu banyak pertanyaan dan ketakutan yang timbul dalam benakku. “Sejauh mana aku mengamalkan perintah Allah dan menjauhi larangannya? Mengapa aku masih seperti ini padahal aku telah dihadiahi keluarga yang tidak kekurangan ilmu akan agama? Apa yang aku bawa nanti jika esok maut menghampiri? Bahkan pakaianku pun tidak mencerminkan keislamanku”, benakku dimalam itu menjadi suatu pertanyaan.
***
“Assalamualaikum”, suara di teras rumah memanggil.
“Wa’alaikumsalam” jawabku sambil membuka pintu. Betapa terkejutnya aku ketika pintu ku buka, Zain berada tepat di depanku.
“Zain apa yang kau lakukan disini? Orang tuaku tak akan suka”
“Boleh aku masuk. Aku kesini bukan untuk menemuimu. Aku ingin bersilaturahmi dengan Abimu. Beliau ada?”
“Siapa Fa?” bi tiba – tiba muncul.
“Teman zifa bi. Katanya mau ngobrol sama abi” sahutku dengan sedikit khwatir dan bergegas meninggalkan Abi dan Zain di ruang tamu.
Entah apa yang mereka bicarakan malam itu. Aku sedikit bingung namun juga sedikit senang. Betapa tidak, Zain adalah laki – laki pertama yang berani datang kerumah menemui Abi. Tapi disisi lain aku masih bertanya – tanya tentang apa tujuan hidup yang sebenarnya dengan perasaan khawatir. Iseng, ku buka media sosialku dan tak sengaja kutemukan sebuah akun dakwah di media sosial yang mem-post sebuah gambar yang bertuliskan “Jangan jadikan cinta sebagai alasanmu melanggar perintah Allah. Lepaskan atau Halalkan”. Seketika itu juga aku teringat akan ucapan ketua panitia di rapat malam itu. Aku mengerti apa tujuan hidupku sebenarnya. Apa yang harus aku lakukan selanjutnya sudah terbesit di benakku. “Bismillah” gumamku.
“Nazifa, temannya mau pamit pulang. Sini nak” teriak abi dari ruang tamu. Sudah satu jam lebih ternyata mereka berbincang dan Zain pun pamit pulang. Aku mengantarkan Zain hingga ke pintu gerbang tanpa sepatah katapun begitupun dengannya. Hanya senyuman yang terukir di wajah kami masing – masing.
***
“Zain aku ingin berbicara” isakku saat menelpon Zain. Hari ini tepat seminggu setelah kedatangan Zain kerumah.
“Mengapa kau menangis? Ceritakan padaku ada apa?”, jawabnya panik.
“Maaf sepertinya aku tak sanggup membicarakannya secara langsung padamu. Aku akan mengirim sebuah catatan di akun facebookku. Silahkan baca dan aku mohon mengertilah”
“Baiklah. Kutunggu” jawab Zain seakan sudah mengerti.
“Assalamu’alaikum wahai engkau yang kuharap bisa mengerti. Tak ada yang diciptakan salah oleh yang Maha Benar, kitalah makhluknya yang seringkali menyalahkannya. Dia menganugerahi kita rasa yang begitu indah namun begitu rentan. Untukmu yang aku korbankan demi Allah-ku, aku ingin mengistiqomahkan diriku dan memenuhi hatiku dengan cinta hanya kepadaNya. Kepada yang telah memberikan rasa ini pada kita, kepada penciptaMu. Terima kasih telah berada dimasa senang dan sulitku. Aku sadar kita telah salah, terutama aku. Setelah Allah-ku memberikan rasa yang begitu indah, tanpa kusadari aku menduakannya. Aku berkeluh kesah dan mengadu padamu, bukan disujudku. Aku tertawa bersamamu, bukan pada syukurku padaNya. Betapa tidak tahu dirinya kita. Setelah diberikan rasa yang begitu indah, lalu kita meninggalkannya dan melanggar perintahnya. Kita sadar bahwa rasa kita seharusnya tersalur lewat doa, buka lewat canda. Selanjutnya mari kita perbaiki diri dan ganti rasa cinta itu dengan rasa cinta padaNya. Nantinya selalu libatkan Dia dalam setiap keputusanmu. Carilah seseorang yang mencintaimu karena Allah dan lebih mencintai Allah dibanding dirimu. Jika kau sudah menemukannya maka segera halalkan dia, jangan khawatirkan aku, aku akan sangat berbahagia mendengarnya. Selamat berjuang yang berjuang karena Allah-mu, Allah-ku, Allah kita.” Sebait catatan ini ku kirimkan ke media sosialku dengan runtaian air mata dan keyakinan.
“Assalamu’alaikum. Sudah kubaca catatanmu dan aku mengerti. Alhamdulillah. Perbaikilah dirimu untuk Allah mu, begitupun denganku. Jalani harimu seperti biasa, selesaikan kuliahmu. In sya Allah akan ada hari yang tepat untukku menghalalkanmu. Itu yang kusampaikan dengan abimu seminggu yang lalu. Selamat berjuang Nazifa Qotrunnada. Mari saling berkomunikasi lewat doa.” Kututup handphone ku malam itu dengan senyum kecil setelah membaca pesan ini. “Amin Zian Saputra” benakku.  

http://lazismuupzuh.blogspot.co.id/2016/10/surat-untuk-kau-yang-ku-lepaskan-demi.html
https://www.instagram.com/lazismuumbulharjo/
https://twitter.com/lazismuuh
https://www.facebook.com/profile.php?id=100011430304303

0 komentar:

Posting Komentar