Selamat pagi khalayak ramai...
Sudah mandi? Nanti bau loh wkwk
Aduhh kemaren kelupaan nih mau share cerpen islami dari temen-temen yang pinter banget nulis skenarionya..
Yaudah yuuu langsung aja nih ceritanya..
Cap to the cuss CAPCUSSS!!
Surat
Untuk Kau Yang Ku Lepaskan Demi Allah
Aku seorang anak perempuan yang terlahir dikeluarga yang sangat peduli akan agama. Namun hal ini tidak menjamin terpujinya akhlakku. Aku masih seperti gadis biasa. Meskipun aku tergolong wanita yang memutuskan untuk mengenakan jilbab diusia yang relatif remaja, dibekali pengetahuan agama sejak kecil, dan tumbuh dilingkungan yang agamis, namun hal ini tidak menjamin keistiqomahan penampilanku.
“…. Zifa, kok umi perhatiin
sekarang kerudungnya makin naik ya nak?”, tanya Umi menghardikku saat aku
bersiap – siap berangkat kerumah Ve.
“Iya mi. Zifa mau yang
simple – simple ajalah.”, pungkasku layaknya tersangka yang sedang mencari
alibi.
“Julurkanlah kerudungmu
keseleruh tubuhmu. Masih ingat maksud ayat itu kan Fa?”
“Iya Mi. Nazifa berangkat
dulu. Assalamu’alaikum”, sembari mencium tangan wanita yang sangat aku sayangi
ini, aku berlari menghindari komentarnya.
Memang semenjak kuliah aku
menjadi bertambah sederhana dalam berpakaian. Sederhanaku tak lain adalah
penampilan yang hanya menggunakan celana jeans yang tidak terlalu ketat, kemeja
kotak – kotak, dan kerudung persegi emat ringan yang jika terpapang cahaya
justru akan sangat menampakkan kepalaku.
***
“Assalamu’alaikum. Fa, aku
sudah di Taman Kota. Kamu dimana?” Sebuah chat BBm masuk ke handphone ku.
Tertulis “Zain” di atas chat tersebut. Laki – laki yang baru sebulan yang lalu
menjadi kekasihku.
“Wa’alaikumsalam. Bentar
lagi aku kesitu. Sekarang lagi beli minum dulu. Haus heheh”, balasku.
“Oh! Yaudah hati – hati ya
sayang. See you”
Senyumku tersungging lebar
saat aku membaca pesan ini. “oh ternyata laki – laki pendiam nan kaku ini bisa
mengucapkan ‘sayang’, sangat lucu”. Seperti ada yang salah, tiba - tiba aku
mengingat umi dan abi dirumah yang tak pernah mengizinkanku untuk berapacaran.
“Ah tidak apa – apa. Umi dan
abi tau kok kalau aku dekat dengan Zain sekarang. Lagipula aku kan sudah besar.
Masa aku tidak boleh memiliki perasaan dengan lawan jenis.”, gumamku dalam
benak sembari mengambil dua minuman mineral dingin dari freezer di minimarket.
“Tapi kan yang melarang
untuk tidak berpacaran itu agamaku, bukan orang tuaku”, pikirku. Aku bermonolog
dalam pikiran sendiri. “Ah, aku kan pacarannya biasa aja, gak pegang –
pegangan. Lagipula aku dengan Zain jarang bertemu. Ini bahkan pertemuan pertama
kami setelah resmi berpacaran. Kami kan hanya pacaran lewat telepon”, benakku
membela pemikiranku sendiri. Kemudian aku bergegas menuju Taman Kota dengan
perasaan yang berbunga – bunga. Berkaca di spion motorku, sudahkah aku terlihat
cantik malam ini. Malam itu kami bertemu untuk pertama kali. Duduk berhadapan
dan saling malu – malu.
***
“Nazifa, kamu tahu tidak
kalau salah satu mahasiswa angkatan kita di Fakultas Farmasi tadi malam
meninggal karena kecelakaan?”, tanya teman seperjuanganku di kepanitiaan ulang
tahun kampusku.
“Innalillahi wa innalillahi
rojiun”, jawabku. Meskipun jawabanku sesingkat itu, pikiranku masih berkeliaran
kemana – mana. “Kasihan sekali. Padahal mungkin hari ini dia masih baik – baik
saja.”, gumamku dengan pikiran yang masih sedikit diselimuti rasa kasihan.
“Assalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokatu”, suara ketua panitia yang sangat religious itu
membuyarkan lamunanku.
“Walaikumsalam
warohmatullahi wabarokatu” jawab keseluruhan panitia di ruang rapat malam itu
dengan kompak.
“Teman – teman yang sangat
saya banggakan. Alhamdulillahirobbil alamin kita masih diberikan nikmat yang
besar oleh Allah swt untuk bisa berkumpul di ruang ini pada malam hari ini.
Begitu banyak nikmat yang harus kita syukuri malam ini. Nikmat hidup, yang mana
pada hari ini telah di ambil dari salah satu teman kita, nikmat sehat, nikmat
iman dan masih banyak lagi. Bisa jadi setelah rapat malam ini, salah satu
nikmat itu ditarik dari kita, seperti halnya salah satu teman kita tersebut.
Siapa disini yang bisa menjamin bahwa setelah rapat ini kita masih hidup? Tidak
ada. Lalu siapa yang bisa menjamin bahwa setelah kematian kita tidak akan kekal
di dalam neraka? Jawabnnya juga tidak ada. Lalu apa yang telah kalian
persiapkan? Jawabannya juga belu ada. Jadi teman – teman, mulai saat ini,
setelah rapat ini saya sangat berharap bahwa kita sama – sama mempersiapkan
diri kita untuk kehidupan yang lebih kekal. Kita manfaatkan setiap kegiatan
kita menjadi sebuah amalan ibadah agar bisa menjadi jaminan kita nanti. Kita
jadikan forum rapat kepanitiaan ini sebagai wadah kita untuk saling
mengingatkan”, ujar sang ketua panitia yang sontak membuat seisi ruangan
tertunduk.
Begitupun denganku saat itu.
Begitu banyak pertanyaan dan ketakutan yang timbul dalam benakku. “Sejauh mana
aku mengamalkan perintah Allah dan menjauhi larangannya? Mengapa aku masih
seperti ini padahal aku telah dihadiahi keluarga yang tidak kekurangan ilmu
akan agama? Apa yang aku bawa nanti jika esok maut menghampiri? Bahkan
pakaianku pun tidak mencerminkan keislamanku”, benakku dimalam itu menjadi
suatu pertanyaan.
***
“Assalamualaikum”, suara di
teras rumah memanggil.
“Wa’alaikumsalam” jawabku
sambil membuka pintu. Betapa terkejutnya aku ketika pintu ku buka, Zain berada
tepat di depanku.
“Zain apa yang kau lakukan
disini? Orang tuaku tak akan suka”
“Boleh aku masuk. Aku kesini
bukan untuk menemuimu. Aku ingin bersilaturahmi dengan Abimu. Beliau ada?”
“Siapa Fa?” bi tiba – tiba
muncul.
“Teman zifa bi. Katanya mau
ngobrol sama abi” sahutku dengan sedikit khwatir dan bergegas meninggalkan Abi
dan Zain di ruang tamu.
Entah apa yang mereka
bicarakan malam itu. Aku sedikit bingung namun juga sedikit senang. Betapa
tidak, Zain adalah laki – laki pertama yang berani datang kerumah menemui Abi.
Tapi disisi lain aku masih bertanya – tanya tentang apa tujuan hidup yang
sebenarnya dengan perasaan khawatir. Iseng, ku buka media sosialku dan tak
sengaja kutemukan sebuah akun dakwah di media sosial yang mem-post sebuah
gambar yang bertuliskan “Jangan jadikan cinta sebagai alasanmu melanggar
perintah Allah. Lepaskan atau Halalkan”. Seketika itu juga aku teringat akan
ucapan ketua panitia di rapat malam itu. Aku mengerti apa tujuan hidupku
sebenarnya. Apa yang harus aku lakukan selanjutnya sudah terbesit di benakku.
“Bismillah” gumamku.
“Nazifa, temannya mau pamit
pulang. Sini nak” teriak abi dari ruang tamu. Sudah satu jam lebih ternyata
mereka berbincang dan Zain pun pamit pulang. Aku mengantarkan Zain hingga ke
pintu gerbang tanpa sepatah katapun begitupun dengannya. Hanya senyuman yang
terukir di wajah kami masing – masing.
***
“Zain aku ingin berbicara”
isakku saat menelpon Zain. Hari ini tepat seminggu setelah kedatangan Zain
kerumah.
“Mengapa kau menangis?
Ceritakan padaku ada apa?”, jawabnya panik.
“Maaf sepertinya aku tak
sanggup membicarakannya secara langsung padamu. Aku akan mengirim sebuah
catatan di akun facebookku. Silahkan baca dan aku mohon mengertilah”
“Baiklah. Kutunggu” jawab
Zain seakan sudah mengerti.
“Assalamu’alaikum wahai
engkau yang kuharap bisa mengerti. Tak ada yang diciptakan salah oleh yang Maha
Benar, kitalah makhluknya yang seringkali menyalahkannya. Dia menganugerahi
kita rasa yang begitu indah namun begitu rentan. Untukmu yang aku korbankan
demi Allah-ku, aku ingin mengistiqomahkan diriku dan memenuhi hatiku dengan
cinta hanya kepadaNya. Kepada yang telah memberikan rasa ini pada kita, kepada
penciptaMu. Terima kasih telah berada dimasa senang dan sulitku. Aku sadar kita
telah salah, terutama aku. Setelah Allah-ku memberikan rasa yang begitu indah,
tanpa kusadari aku menduakannya. Aku berkeluh kesah dan mengadu padamu, bukan
disujudku. Aku tertawa bersamamu, bukan pada syukurku padaNya. Betapa tidak
tahu dirinya kita. Setelah diberikan rasa yang begitu indah, lalu kita
meninggalkannya dan melanggar perintahnya. Kita sadar bahwa rasa kita
seharusnya tersalur lewat doa, buka lewat canda. Selanjutnya mari kita perbaiki
diri dan ganti rasa cinta itu dengan rasa cinta padaNya. Nantinya selalu
libatkan Dia dalam setiap keputusanmu. Carilah seseorang yang mencintaimu
karena Allah dan lebih mencintai Allah dibanding dirimu. Jika kau sudah
menemukannya maka segera halalkan dia, jangan khawatirkan aku, aku akan sangat
berbahagia mendengarnya. Selamat berjuang yang berjuang karena Allah-mu,
Allah-ku, Allah kita.” Sebait catatan ini ku kirimkan ke media sosialku dengan
runtaian air mata dan keyakinan.
“Assalamu’alaikum. Sudah kubaca
catatanmu dan aku mengerti. Alhamdulillah. Perbaikilah dirimu untuk Allah mu,
begitupun denganku. Jalani harimu seperti biasa, selesaikan kuliahmu. In sya
Allah akan ada hari yang tepat untukku menghalalkanmu. Itu yang kusampaikan
dengan abimu seminggu yang lalu. Selamat berjuang Nazifa Qotrunnada. Mari
saling berkomunikasi lewat doa.” Kututup handphone ku malam itu dengan senyum
kecil setelah membaca pesan ini. “Amin Zian Saputra” benakku.
http://lazismuupzuh.blogspot.co.id/2016/10/surat-untuk-kau-yang-ku-lepaskan-demi.html
https://www.instagram.com/lazismuumbulharjo/
https://twitter.com/lazismuuh
https://www.facebook.com/profile.php?id=100011430304303
0 komentar:
Posting Komentar