Halo gaesss...
Seneng banget rasanya bertemu dengan hari Senin ya kan?? wkwk
Hari dimana orang nganggep hari Senin itu sebagai misteri hari hihihi..
Tapi jangan khawatir Lazismu Umbulharjo akan mengajak kalian seru-seruan bareng..
Kali ini Lazismu Umbulharjo akan menampilkan cerpen-cerpen yang tentunya sangat menarik
Yuk Langsung saja kita mulai cerpennya..
Ini diaaa...
Cobaan
Untukku
Oleh : Ajeng Arviana I L
Namaku Namira Rahma Azizah. Aku
lahir di Jogja tanggal 8 Februari tahun 2004, sekarang aku berusia 12 tahun. Aku
orangnya sangat pendiam, ada masalah pasti aku pecah sendiri. Tapi ada dua
masalah yang membuatku tertekan, sedih, dan stres. Bagaimana tidak, di sekolah
aku selalu menjadi bahan ejekan teman teman bahkan lebih dari itu aku pernah dikunci
dari kamar mandi sekolah, dituang air teh ke seragamku. Dirumah juga aku tak
bisa tenang, papa dan mamaku selalu bertengkar. Setiap perbedaan pendapat
mereka selalu beradu mulut, bahkan papa tak segan segan menampar pipi mama. Aku
diam dikamar sambil menangis. Tak ada satu pun yang bisa mendengarkan ceritaku
Terkadang aku berkata salah apakah aku sampai sampai Tuhan mengirimku cobaan
yang sangat berat ini.
Hari ini aku tak masuk sekolah.
Kemarin aku terjatuh dari sepeda gara gara teman kelasku, jihan menyerempetku sehingga
aku jatuh kedalam gundakan pasir dan kakiku tertusuk paku kecil. Rasanya sakit
sekali.
“mah
nanti bisa ijinin mira gak, mira hari ini gak masuk sekolah”. Menghampiri mama
dengan kaki pincangnya.
“kenapa
gak masuk? Mama gak bisa mama sibuk, hari ini jadwal mama padat”
“kamu
gimana sih jadi mama kok gak peduli sama anak! seharusnya jadi istri itu jaga
anak bukannya malah mikir kerja, anak gak dipikir!.” Ucap papa nada tinggi
“hey..
ngaca dong pa, papa juga sibuk kerja mana gak ada waktu buat anak. Jadi kita
sama!” jawab mama tak kalah dengan papa.
“udah
pah mah, jangan berantem dong. Yaudah deh nanti aku ijinnya telpon bu devi
saja.”
Tak lama setelah menelepon bu devi
kakiku terasa nyeri. Sakit sekali, sampai sampai untuk berjalan saja tidak
bisa. Aku mencoba menahan rasa sakit itu dan mengobati sendiri luka dengan obat
merah. Tiga hari keadaan kakiku semakin memburuk ditambah lagi leher dan bahuku
menjdi kaku .Akhirnya aku memanggil bi anik. Dengan segera bi anik menuju
kamarku. Bi anik terkejut melihat kakiku yang membesar. Ia bertanya padaku
kenapa kakinya bisa memar. Tak sempat menjawab pertanyaan bi anik, aku
merasakan amat kesakitan. Rasanya seperti tertusuk tusuk di gundukan jarum,
nyeri dan sakit. Bi anik panik, dengan segera ia panggil satpan dan membawaku
kerumah sakit.
Setelah diperiksa, ternyata aku
terserang penyakit tetanus. Partikel partikel paku yang berkarat membuat mata
kaki sampai pergelangan kakiku harus diamputasi. Dan itu sudah sangat parah.
Paku itu menancap di kakiku memang sangat dalam. Aku bingung, jika kakiku
dibiarkan penyakit itu bisa sangat parah. Menurut bi anik, tak apa tak memiliki
kaki yang penting aku sehat. Aku terima saran dokter untuk mengamputasi kakiku.
Bi
anik mencoba menghubungi papa dan mama mira, tapi tak ada satupun yang
mengangkat telponnya. Kemudian bi anik mencoba menghubungi tante mirna,
Alhamdulillah tante mirna mengangkat telpon dari bi anik. Bi anik menceritakan
keadaanku kepada tante mirna.
Beberapa
menit tante mirna datang ke rumah sakit dan menemuiku. Ia sangat prihatin
dengan keadaaanku.
“maaf
bu, ibu harus membayar biaya rumah sakit terlebih dahulu agar mira bisa cepat
segera dioperasi” kata suster
“iya
sus terimahasih.”
“mira
tante bayar dulu. Kamu jangan takut, tante di sini akan jaga kamu. Kamu yang
kuat ya, doa tante selalu menyertaimu.” Sambungnya
“iya
tan makasih”
Saat
ku memecamkan mata tiba tiba pembaringan dengan empat roda yang menjadi alas
tidurku didorong oleh sejumlah dokter dan suster yang siap mengamputasi kakiku.
Aku dibawa masuk di ruangan yang aku tak tahu namanya. Disana banyak gunting
dan perlengkpan operasi. Ini ruang operasi pikirku. Sebuah suntikan bius
menembus kulitku. Aku tak sadarkan diri. Disitulah aku mulai dioperasi.
Aku
siuman. Aku mencoba membuka mataku perlahan. Pertama pandanganku blur dan lama
lama semakin jelas. Aku terkejut melihat banyak orang mengerumuniku. Mama,
papa, tante mirna, bi anik, pak bagus, bu devi dan .... .
“mira
aku minta maaf gara gara aku kamu jadi gini” ucap jihan
Aku
tak menjawab. Aku sangat kesal padanya. Tapi aku juga kasian padanya. Muka nya
sangat sedih.
“yaudah
aku maafin”
“nak
mama dan papa juga minta maaf , mama menyesal kemarin tidak bisa menemanimu.
Mama dan papa janji akan selalu memerhatikanmu, tidak lagi terlalu memikirkan
pekerjaan lagi.” Kata mama sambil memelukku. “mama sayang mira” sambungnya
“mira
juga sayang mama sama papa, janji ya ma, mama selalu ada buat mira.”
“iya
janji sayang.” Jawab mama
Mira
sangat sedih dan bahagia. Mira sedih karna kehilangan kakinya tetapi mira juga
bahagia karna dengan kakinya hilang mama dan papanya bisa akur dan
menyayanginya lagi. Begitu pula dengan teman teman di sekolah. Mereka berubah
180 derajat. Mereka tak lagi memusuhiku lagi.
0 komentar:
Posting Komentar