Lazismu kantor layanan Umbulharjo Aksi bersama untuk sesama salurkan Zakat Infaq Sodaqoh anda melalui rekening BNI Syariah 0457274314 a.n Lazismu Kantor Layanan Umbuharjo dan melalui rekening BUKOPIN Syariah 7709002554 a.n A.Rosyid QQ Lazismu KL.UH

Minggu, 09 Oktober 2016

COBAAN UNTUKKU

Halo gaesss...
Seneng banget rasanya bertemu dengan hari Senin ya kan?? wkwk
Hari dimana orang nganggep hari Senin itu sebagai misteri hari hihihi..
Tapi jangan khawatir Lazismu Umbulharjo akan mengajak kalian seru-seruan bareng..
Kali ini Lazismu Umbulharjo akan menampilkan cerpen-cerpen yang tentunya sangat menarik
Yuk Langsung saja kita mulai cerpennya..
Ini diaaa...

Cobaan Untukku
Oleh : Ajeng Arviana I L


            Namaku Namira Rahma Azizah. Aku lahir di Jogja tanggal 8 Februari tahun 2004, sekarang aku berusia 12 tahun. Aku orangnya sangat pendiam, ada masalah pasti aku pecah sendiri. Tapi ada dua masalah yang membuatku tertekan, sedih, dan stres. Bagaimana tidak, di sekolah aku selalu menjadi bahan ejekan teman teman bahkan lebih dari itu aku pernah dikunci dari kamar mandi sekolah, dituang air teh ke seragamku. Dirumah juga aku tak bisa tenang, papa dan mamaku selalu bertengkar. Setiap perbedaan pendapat mereka selalu beradu mulut, bahkan papa tak segan segan menampar pipi mama. Aku diam dikamar sambil menangis. Tak ada satu pun yang bisa mendengarkan ceritaku Terkadang aku berkata salah apakah aku sampai sampai Tuhan mengirimku cobaan yang sangat berat ini.
            Hari ini aku tak masuk sekolah. Kemarin aku terjatuh dari sepeda gara gara teman kelasku, jihan menyerempetku sehingga aku jatuh kedalam gundakan pasir dan kakiku tertusuk paku kecil. Rasanya sakit sekali.
“mah nanti bisa ijinin mira gak, mira hari ini gak masuk sekolah”. Menghampiri mama dengan kaki pincangnya.
“kenapa gak masuk? Mama gak bisa mama sibuk, hari ini jadwal mama padat”
“kamu gimana sih jadi mama kok gak peduli sama anak! seharusnya jadi istri itu jaga anak bukannya malah mikir kerja, anak gak dipikir!.” Ucap papa nada tinggi
“hey.. ngaca dong pa, papa juga sibuk kerja mana gak ada waktu buat anak. Jadi kita sama!” jawab mama tak kalah dengan papa.
“udah pah mah, jangan berantem dong. Yaudah deh nanti aku ijinnya telpon bu devi saja.”
            Tak lama setelah menelepon bu devi kakiku terasa nyeri. Sakit sekali, sampai sampai untuk berjalan saja tidak bisa. Aku mencoba menahan rasa sakit itu dan mengobati sendiri luka dengan obat merah. Tiga hari keadaan kakiku semakin memburuk ditambah lagi leher dan bahuku menjdi kaku .Akhirnya aku memanggil bi anik. Dengan segera bi anik menuju kamarku. Bi anik terkejut melihat kakiku yang membesar. Ia bertanya padaku kenapa kakinya bisa memar. Tak sempat menjawab pertanyaan bi anik, aku merasakan amat kesakitan. Rasanya seperti tertusuk tusuk di gundukan jarum, nyeri dan sakit. Bi anik panik, dengan segera ia panggil satpan dan membawaku kerumah sakit.
            Setelah diperiksa, ternyata aku terserang penyakit tetanus. Partikel partikel paku yang berkarat membuat mata kaki sampai pergelangan kakiku harus diamputasi. Dan itu sudah sangat parah. Paku itu menancap di kakiku memang sangat dalam. Aku bingung, jika kakiku dibiarkan penyakit itu bisa sangat parah. Menurut bi anik, tak apa tak memiliki kaki yang penting aku sehat. Aku terima saran dokter untuk mengamputasi kakiku.
Bi anik mencoba menghubungi papa dan mama mira, tapi tak ada satupun yang mengangkat telponnya. Kemudian bi anik mencoba menghubungi tante mirna, Alhamdulillah tante mirna mengangkat telpon dari bi anik. Bi anik menceritakan keadaanku kepada tante mirna.
Beberapa menit tante mirna datang ke rumah sakit dan menemuiku. Ia sangat prihatin dengan keadaaanku.
“maaf bu, ibu harus membayar biaya rumah sakit terlebih dahulu agar mira bisa cepat segera dioperasi” kata suster
“iya sus terimahasih.”
“mira tante bayar dulu. Kamu jangan takut, tante di sini akan jaga kamu. Kamu yang kuat ya, doa tante selalu menyertaimu.” Sambungnya
“iya tan makasih”
Saat ku memecamkan mata tiba tiba pembaringan dengan empat roda yang menjadi alas tidurku didorong oleh sejumlah dokter dan suster yang siap mengamputasi kakiku. Aku dibawa masuk di ruangan yang aku tak tahu namanya. Disana banyak gunting dan perlengkpan operasi. Ini ruang operasi pikirku. Sebuah suntikan bius menembus kulitku. Aku tak sadarkan diri. Disitulah aku mulai dioperasi.
Aku siuman. Aku mencoba membuka mataku perlahan. Pertama pandanganku blur dan lama lama semakin jelas. Aku terkejut melihat banyak orang mengerumuniku. Mama, papa, tante mirna, bi anik, pak bagus, bu devi dan .... .
“mira aku minta maaf gara gara aku kamu jadi gini” ucap jihan
Aku tak menjawab. Aku sangat kesal padanya. Tapi aku juga kasian padanya. Muka nya sangat sedih.
“yaudah aku maafin”
“nak mama dan papa juga minta maaf , mama menyesal kemarin tidak bisa menemanimu. Mama dan papa janji akan selalu memerhatikanmu, tidak lagi terlalu memikirkan pekerjaan lagi.” Kata mama sambil memelukku. “mama sayang mira” sambungnya
“mira juga sayang mama sama papa, janji ya ma, mama selalu ada buat mira.”
“iya janji sayang.” Jawab mama
Mira sangat sedih dan bahagia. Mira sedih karna kehilangan kakinya tetapi mira juga bahagia karna dengan kakinya hilang mama dan papanya bisa akur dan menyayanginya lagi. Begitu pula dengan teman teman di sekolah. Mereka berubah 180 derajat. Mereka tak lagi memusuhiku lagi.



0 komentar:

Posting Komentar