Lazismu kantor layanan Umbulharjo Aksi bersama untuk sesama salurkan Zakat Infaq Sodaqoh anda melalui rekening BNI Syariah 0457274314 a.n Lazismu Kantor Layanan Umbuharjo dan melalui rekening BUKOPIN Syariah 7709002554 a.n A.Rosyid QQ Lazismu KL.UH

Minggu, 20 November 2016

CERPEN ISLAMI ALLAH UJI KARENA ALLAH SAYANG

ALLAH UJI KARENA ALLAH SAYANG


Oleh : Bela Fataya Azmi
Email : fatayabela@yahoo.co.id

Ia tak lagi seperi dulu. Mata yang biasanya bersinar lembut kini cekung dan dalam. Wajahnya yang biasa terlihat cerah—meski dalam keadaan letih sepulang bekerja sekalipun, kini pucat dan lelah. Tangannya sedikit bergetar, jauh berbeda dengan dahulu—ketika menggendongku kemana-mana. Bibirnya sedikit terbuka, mengguman yang—Ya Allah, aku sama sekali tak mengerti apa yang dia ucapkan… tak seperti dahulu.
Ia memang tak lagi  seperti dulu.

***

Dua minggu yang lalu aku dihubungi oleh pamanku di rumah. Aku yang sedang menempuh pendidikan S1 di salah satu perguruan tinggi di luar kota, mendadak diminta untuk pulang. Dia tak menjelaskan apapun, hanya memintaku untuk pulang. Saat kutanya ada apa, dia hanya berkata, “Ayahmu sedang sakit.”

Waktu itu aku sempat curiga, jika hanya sakit biasa kenapa aku sampai diminta untuk pulang? Dengan sekuat tenaga aku tepiskan semua pikiran buruk.  Namun itu tak membuat rasa was-was dan kekhawatiranku berkurang. Aku tidak pulang ke rumah, waktu itu ketika sampai di kota kelahiranku, aku diminta untuk langsung menuju salah satu rumah sakit besar di kotaku.

Dan ketika aku sampai, apa yang kudapati sungguh membuat hatiku ngilu. Ayahku telah terbaring di sana, tak berdaya. Ibuku segera menghampiriku begitu melihatku. Ia memelukku, tanpa berkata apapun, namun itu telah cukup untuk membuatku mengerti bahwa sakit yang sedang ayah derita bukanlah penyakit ringan.

“Sakit apa?” tanyaku sedikit ragu, antara ingin dan enggan untuk mendengar jawabannya. Dengan perlahan ibuku menjawab, “Ayah sakit jantung. Kata dokter, jantungnya membengkak.”
 “Mana mungkin? Ayah selalu terlihat sehat.” kilahku. Mana mungkin Ayah yang sehat dan terlihat kuat dimataku itu kini terserang penyakit jantung.
Ibuku kembali mengelus punggungnku seraya menasehatiku. “Tidak ada yang bisa lepas ketentuannya, Rena. Kita ini manusia, sehat dan sakit semua atas kehendak Allah yang maha kuasa.”
Aku hanya menunduk, “Bolehkah aku masuk?” tanyaku penuh harap.

Akupun masuk ke ruangan dimana ayah dirawat. Dengan air mata yang kutahan-tahan aku melihatnya terbaring dikasur, matanya tertutup, nafasnya yang pelan dan tubuhnya yang dipenuhi selang serta kabel yang tersambung ke sebuah monitor kecil. Ringkih. Ia tak seperti ayahku yang dulu, ayah yang kuat, ayah yang selalu sehat dan menyenangkan. Ayahku yang amat aku sayangi itu kini tampak tua dan lemah.

Akupun duduk dikursi, menahan diri untuk menyentuhnya agar ia tak bangun. Namun, beberapa detik setelah aku duduk di kursi, ia perlahan membuka mata.

Dengan wajahya yang semakin tirus dan pucat ia tersenyum bahagia begitu melihatku, “Kapan sampai?” tanyanya dengan terbata-bata.

“Baru saja,” jawabku dengan senyum getir. Kucium tangan kanannya.
“Di kampus, apa tidak ada kegiatan?” tanyanya lagi, “Ayah sudah bilang ke semua orang, jangan memberitahumu, Ayah tak ingin membuat kuliahmu terganggu dengan sakit Ayah.”

Aku pun menelungkupkan wajahku ke punggung tangannya, untuk menyembunyikan air mataku yang tak lagi bisa kutahan, bahkan ditengah sakitnya, yang Ia khawatirkan selalu tentang aku.
“Rena, sedang libur yah.” Kilahku.
“Ayah sudah makan? Aku suapi ya?” tanyaku, mengalihkan pembicaraan.

Ia pun mengangguk. Dengan cepat aku berbalik memunggunginya untuk menghapus air mataku dan memasang wajah ceria. Aku ambil mangkok bubur di meja dan mulai menyuapinya.

“Makanan di sini tidak enak,” candanya. “Tapi karena Rena yang menyuapinya terasa nikmat sekali.” Lanjutnya sambil tersenyum.
Aku tertawa kecil, ayahku sejak dulu selalu seperti itu, selalu membuat tertawa orang-orang disekililingnya.

“Tapi Rena,” kata ayah ketika telah selesai makan. “Ayah senang melihatmu di sisi Ayah saat ini, penyakit ini…” dia diam sejenak, memperhatikan selang-selang yang melilit tubuhnya “…terasa agak berat.”

Aku tersenyum, “Rena juga senang bisa berada di samping Ayah.” Jawabku. “Ayah, mau aku bacakan sebuah hadits yang indah?” tawarku.

“Apa itu?”
Aku menatapnya lembut, “Hadits ini dari bukhari dan muslim, Rasulullah berkata “Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan menggugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang menggugurkan daunya” indah bukan, Yah? Sakit ini adalah ujian, dan Allah uji Ayah karena Allah ingin menggugurkan dosa Ayah, karena Allah sayang sama Ayah.”
“Indah sekali.” Kata Ayah sambil menatap ke atas, berdo’a.

***

Seminggu kemudian setelah ayah lebih sehat dan diperbolehkan untuk pulanng ke rumah, aku pun kembali meneruskan kuliahku yang sempat telantar.

Paman yang menghubungiku waktu itu sempat berkata ketika aku akan kembali ke kampus, ia berkata bahwa penyakit ayah adalah penyakit jantung yang tak bisa diprediksi, apapun bisa terjadi secara tiba-tiba dan itu artinya aku harus selalu bersiap menerima kejadian apapun—bahkan yang terburuk sekalipun. Nasehatnya membuatku sedih memang, tetapi pemahaman itu menjadikan aku dan ibuku jauh lebih kuat.

Beberapa kali aku sempat pulang ketika penyakit ayah kambuh, walau bagaimanapun aku ingin selalu disampingnya disaat-saat terberatnya. Hingga puncaknya setahun kemudian, telepon pamanku bukan lagi mengabarkan ayah masuk rumah sakit, tetapi mengabarkan bahwa Ia telah kembali pada Allah. Beliau meninggal dirumah, dalam pelukan ibu dan kakak iparku.

Ketika aku pulang kemudian, ibuku memelukku, Ia terlihat tegar memang tapi aku tahu ada kesedihan yang dalam di sana, “Terimaksih Rena, kamu sudah menguatkan Ayah dalam menghadapi penyakitnya. Penyakit ini menjadikan Ayah selalu kesakitan sepanjang waktu, tapi kamu tahu Rena?” airmatanya mengalir tanpa bisa dihentikan. “Ayah, Ia tak penah mengeluh, Ia hadapi sakitnya dengan sabar dan iklhas, katanya, “Rena pernah berkata pada Ayah, Bu. Penyakit ini adalah ujian untuk menggugurkan dosa-dosa ayah, jadi ayah harus hadapi dengan sabar dan ikhlas.”

Akupun tak kuasa menahan tangis, “Ibu juga,” kataku perlahan, “Ibu harus kuat, ada Rena.” Lanjutku seraya memeluknya.


      LAZISMU KANTOR LAYANAN UMBULHARJO      
Alamat : Gedung Dakwah PCM Umbulharjo,
Jl.Glagahsari 136 Umbulharjo Yogyakarta

KONTAK :
08995051540
(0274)380041


REK ZISWAF :
BNI SYARIAH : 0457274314
a.n Lazismu Kantor Layanan Umbulharjo 
BANK SYARIAH BUKOPOIN : 7709002554
a.n A.Rosyid QQ Lazismu Kantor Layanan Umbolharjo



0 komentar:

Posting Komentar