ALLAH UJI KARENA ALLAH SAYANG
Oleh : Bela Fataya Azmi
Email : fatayabela@yahoo.co.id
Ia tak lagi seperi dulu. Mata yang biasanya bersinar
lembut kini cekung dan dalam. Wajahnya yang biasa terlihat cerah—meski dalam
keadaan letih sepulang bekerja sekalipun, kini pucat dan lelah. Tangannya sedikit
bergetar, jauh berbeda dengan dahulu—ketika menggendongku kemana-mana. Bibirnya
sedikit terbuka, mengguman yang—Ya Allah, aku sama sekali tak mengerti apa yang
dia ucapkan… tak seperti dahulu.
Ia memang tak lagi seperti dulu.
***
Dua minggu yang lalu aku dihubungi oleh pamanku di
rumah. Aku yang sedang menempuh pendidikan S1 di salah satu perguruan tinggi di
luar kota, mendadak diminta untuk pulang. Dia tak menjelaskan apapun, hanya
memintaku untuk pulang. Saat kutanya ada apa, dia hanya berkata, “Ayahmu sedang
sakit.”
Waktu itu aku sempat curiga, jika hanya sakit biasa
kenapa aku sampai diminta untuk pulang? Dengan sekuat tenaga aku tepiskan semua
pikiran buruk. Namun itu tak membuat
rasa was-was dan kekhawatiranku berkurang. Aku tidak pulang ke rumah, waktu itu
ketika sampai di kota kelahiranku, aku diminta untuk langsung menuju salah satu
rumah sakit besar di kotaku.
Dan ketika aku sampai, apa yang kudapati sungguh membuat
hatiku ngilu. Ayahku telah terbaring di sana, tak berdaya. Ibuku segera
menghampiriku begitu melihatku. Ia memelukku, tanpa berkata apapun, namun itu
telah cukup untuk membuatku mengerti bahwa sakit yang sedang ayah derita bukanlah
penyakit ringan.
“Sakit apa?” tanyaku sedikit ragu, antara ingin dan
enggan untuk mendengar jawabannya. Dengan perlahan ibuku menjawab, “Ayah sakit
jantung. Kata dokter, jantungnya membengkak.”
“Mana
mungkin? Ayah selalu terlihat sehat.” kilahku. Mana mungkin Ayah yang sehat dan
terlihat kuat dimataku itu kini terserang penyakit jantung.
Ibuku kembali mengelus punggungnku seraya
menasehatiku. “Tidak ada yang bisa lepas ketentuannya, Rena. Kita ini manusia,
sehat dan sakit semua atas kehendak Allah yang maha kuasa.”
Aku hanya menunduk, “Bolehkah aku masuk?” tanyaku penuh
harap.
Akupun masuk ke ruangan dimana ayah dirawat. Dengan
air mata yang kutahan-tahan aku melihatnya terbaring dikasur, matanya tertutup,
nafasnya yang pelan dan tubuhnya yang dipenuhi selang serta kabel yang
tersambung ke sebuah monitor kecil. Ringkih. Ia tak seperti ayahku yang dulu,
ayah yang kuat, ayah yang selalu sehat dan menyenangkan. Ayahku yang amat aku
sayangi itu kini tampak tua dan lemah.
Akupun duduk dikursi, menahan diri untuk menyentuhnya
agar ia tak bangun. Namun, beberapa detik setelah aku duduk di kursi, ia perlahan
membuka mata.
Dengan wajahya yang semakin tirus dan pucat ia
tersenyum bahagia begitu melihatku, “Kapan sampai?” tanyanya dengan
terbata-bata.
“Baru saja,” jawabku dengan senyum getir. Kucium
tangan kanannya.
“Di kampus, apa tidak ada kegiatan?” tanyanya lagi,
“Ayah sudah bilang ke semua orang, jangan memberitahumu, Ayah tak ingin membuat
kuliahmu terganggu dengan sakit Ayah.”
Aku pun menelungkupkan wajahku ke punggung
tangannya, untuk menyembunyikan air mataku yang tak lagi bisa kutahan, bahkan
ditengah sakitnya, yang Ia khawatirkan selalu tentang aku.
“Rena, sedang libur yah.” Kilahku.
“Ayah sudah makan? Aku suapi ya?” tanyaku,
mengalihkan pembicaraan.
Ia pun mengangguk. Dengan cepat aku berbalik
memunggunginya untuk menghapus air mataku dan memasang wajah ceria. Aku ambil
mangkok bubur di meja dan mulai menyuapinya.
“Makanan di sini tidak enak,” candanya. “Tapi karena
Rena yang menyuapinya terasa nikmat sekali.” Lanjutnya sambil tersenyum.
Aku tertawa kecil, ayahku sejak dulu selalu seperti
itu, selalu membuat tertawa orang-orang disekililingnya.
“Tapi Rena,” kata ayah ketika telah selesai makan. “Ayah
senang melihatmu di sisi Ayah saat ini, penyakit ini…” dia diam sejenak,
memperhatikan selang-selang yang melilit tubuhnya “…terasa agak berat.”
Aku tersenyum, “Rena juga senang bisa berada di samping
Ayah.” Jawabku. “Ayah, mau aku bacakan sebuah hadits yang indah?” tawarku.
“Apa itu?”
Aku menatapnya lembut, “Hadits ini dari bukhari dan
muslim, Rasulullah berkata “Tidaklah
seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan
menggugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang menggugurkan daunya”
indah bukan, Yah? Sakit ini adalah ujian, dan Allah uji Ayah karena Allah ingin
menggugurkan dosa Ayah, karena Allah sayang sama Ayah.”
“Indah sekali.” Kata Ayah sambil menatap ke atas,
berdo’a.
***
Seminggu kemudian setelah ayah lebih sehat dan
diperbolehkan untuk pulanng ke rumah, aku pun kembali meneruskan kuliahku yang
sempat telantar.
Paman yang menghubungiku waktu itu sempat berkata
ketika aku akan kembali ke kampus, ia berkata bahwa penyakit ayah adalah
penyakit jantung yang tak bisa diprediksi, apapun bisa terjadi secara tiba-tiba
dan itu artinya aku harus selalu bersiap menerima kejadian apapun—bahkan yang
terburuk sekalipun. Nasehatnya membuatku sedih memang, tetapi pemahaman itu
menjadikan aku dan ibuku jauh lebih kuat.
Beberapa kali aku sempat pulang ketika penyakit ayah
kambuh, walau bagaimanapun aku ingin selalu disampingnya disaat-saat
terberatnya. Hingga puncaknya setahun kemudian, telepon pamanku bukan lagi
mengabarkan ayah masuk rumah sakit, tetapi mengabarkan bahwa Ia telah kembali
pada Allah. Beliau meninggal dirumah, dalam pelukan ibu dan kakak iparku.
Ketika aku pulang kemudian, ibuku memelukku, Ia
terlihat tegar memang tapi aku tahu ada kesedihan yang dalam di sana, “Terimaksih
Rena, kamu sudah menguatkan Ayah dalam menghadapi penyakitnya. Penyakit ini
menjadikan Ayah selalu kesakitan sepanjang waktu, tapi kamu tahu Rena?”
airmatanya mengalir tanpa bisa dihentikan. “Ayah, Ia tak penah mengeluh, Ia
hadapi sakitnya dengan sabar dan iklhas, katanya, “Rena pernah berkata pada Ayah, Bu. Penyakit ini adalah ujian untuk
menggugurkan dosa-dosa ayah, jadi ayah harus hadapi dengan sabar dan ikhlas.””
Akupun tak kuasa menahan tangis, “Ibu juga,” kataku
perlahan, “Ibu harus kuat, ada Rena.” Lanjutku seraya memeluknya.
LAZISMU KANTOR LAYANAN UMBULHARJO
Alamat : Gedung Dakwah PCM Umbulharjo,
Jl.Glagahsari 136 Umbulharjo Yogyakarta
KONTAK :
08995051540
(0274)380041
REK ZISWAF :
BNI SYARIAH : 0457274314
a.n Lazismu Kantor Layanan Umbulharjo
BANK SYARIAH BUKOPOIN : 7709002554
a.n A.Rosyid QQ Lazismu Kantor Layanan Umbolharjo
0 komentar:
Posting Komentar