Lazismu kantor layanan Umbulharjo Aksi bersama untuk sesama salurkan Zakat Infaq Sodaqoh anda melalui rekening BNI Syariah 0457274314 a.n Lazismu Kantor Layanan Umbuharjo dan melalui rekening BUKOPIN Syariah 7709002554 a.n A.Rosyid QQ Lazismu KL.UH

Jumat, 28 April 2017

Manfaat Menjenguk Orang Sakit

Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda:
إِذَا عَادَ الرَّجُلُ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ مَشَى فِيْ خِرَافَةِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسَ فَإِذَا جَلَسَ غَمَرَتْهُ الرَّحْمَةُ، فَإِنْ كَانَ غُدْوَةً صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُمْسِيَ، وَإِنْ كَانَ مَسَاءً صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُصْبِحَ.
Apabila seseorang menjenguk saudaranya Чαπƍ muslim (yang sedang sakit), maka (seakan-akan) dia berjalan sambil memetik buah-buahan Surga sehingga dia duduk, apabila sudah duduk maka diturunkan kepadanya rahmat dengan deras. Apabila menjenguknya di pagi hari maka tujuh puluh ribu malaikat mendo’akannya agar mendapat rahmat hingga waktu sore tiba. Apabila menjenguknya di sore hari, maka tujuh puluh ribu malaikat mendo’akannya agar diberi rahmat hingga waktu pagi tiba.” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad dengan sanad shahih).
Rasulullah saw. bersabda:
“Barangsiapa menjenguk orang sakit maka berserulah seorang penyeru dari langit (malaikat), ‘Bagus engkau, bagus perjalananmu, dan engkau telah mempersiapkan tempat tinggal di dalam surga.”
Rasulullah saw. bersabda:
“Tiada seorang muslim yang menjenguk orang muslim lainnya pada pagi hari kecuali ia didoakan oleh tujuh puluh ribu malaikat hingga sore hari; dan jika ia menjenguknya pada sore hari maka ia didoakan oleh tujuh puluh ribu malaikat hingga pagi hari, dan baginya kurma yang dipetik di taman surga.”


Pesan : Kita tahu semua manfaat dari menjenguk orang sakit. Bahkan ketika kita menjenguk orang sakit, malaikat juga mendoakan dan memohon ampunan kita. Namun, mengapa kita belum menjenguk orang sakit di minggu ini bahkan di bulan ini? Masya Allah..

Rabu, 26 April 2017

REKENING ZISWAF KAMI BARU



Assalamualaikum Temen-Temen☺

Alhamdulillah Wasyukurillah.. Kini Lazismu Umbulharjo sudah memperbaharui REKENING ZAKAT, INFAQ/SHODAQOH, dan WAKAF (ZISWAF) kami loooo.. Berikut daftar rekening kami..

= REK. ZAKAT
BANK BNI Syariah : 0457274314 a.n Lazismu Kantor Layanan Umbulharjo
Bank Syariah Bukopin : 7709002554 a.n A.Rosyid QQ Lazismu KL.UH

= REK. KEMANUSIAAN
BANK BNI Syariah : 0538452184 a.n Lazismu Kantor Layanan Umbulharjo (Kemanusiaan)

= REK. INFAQ
BANK BNI Syariah : 0538452413 a.n Lazismu Kantor Layanan Umbulharjo (Infaq)

= REK. WAKAF
BANK BNI Syariah : 0538451805 a.n Lazismu Kantor Layanan Umbulharjo (Wakaf)

Tujuan pembaharuan kami, agar temen-temen lebih mudah untuk memilih apakah mau berzakat, infaq ataupun wakaf. Khusus untuk Rekening Wakaf, kami menerima donasi untuk Partisipasi Pembagunan Masjid dang Gedung Dakwah Muhammadiyah/'Aisyiyah Umbulharjo. Nah.. Harapannya dengan adanya macam-macam Rek. Ziswaf kami, dapat memberi semangat kepada temen-temen untuk berbagi peduli terhadap sesama.

SALAM PEDULI LAZISMU☺☺☺

Alamat : Gedung Dakwah PCM Umbulharjo, Jl. Glagahsari 136 Umbulharjo Yogyakarta
No. Telp : (0274)380041 / 08995051540

Senin, 24 April 2017

INGAT! ZAKAT ADALAH KEWAJIBAN



Assalamualaikum..

Ngomong-ngomong soal ZAKAT. Perintah untuk berzakat di masyarakat ini memang terbilang belum populer. Lain halnya dengan perintah sholat yang sudah cukup merata penyampaiannya. Banyak orang yang tidak peduli dan tidak sadar akan pentingnya zakat. Padahal zakat itu wajib looo gaiss (dengan catatan memenuhi syarat wajib zakat). Sama seperti sholat. Zakat itu termasuk RUKUN ISLAM juga loh... Harus ingat yaaah😁. Gais, tenang aja gak bakal rugi kok justru banyak manfaat yang didapat dari berzakat.

Surat At-Taubah Ayat 103

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Subhanallah.. Jangan lupakan zakat yaa gais..

Kang Azis selalu siap looo membantu temen-temen untuk menyalurkan ZAKATnya kepada yang berhak menerimanya. Hubungi : (0274) 380041 / 08995051540 kami menyediakan LAYANAN JEMPUT ZAKAT.
Temen-temen juga bisa transfer melalui rekening zakat kami BNI Syariah : 0457274314 a.n Lazismu kantor Layanan Umbulharjo
Alamat : Gedung Dakwah PCM Umbulharjo, Jl. Glagahsari 136 Umbulharjo Yogyakarta

Terimakasih,
Wassalamualaikum..😊😊

Kamis, 20 April 2017

SELAMAT HARI KARTINI (Jumat, 21 April 2017)


Siapa yang tidak kenal dengan Pahlawan

Indonesia yang satu ini? Beliau
dikenal sebagai pejuang emansipasi wanita di

Indonesia. Beliau kerap dikenal

dari buku berjudul "Habis Gelap Terbitlah

Terang".

Begitu banyak

perjuangannya mempelopori kesetaraan derajat

wanita dan pria. Subhanallah..

Sungguh luar biasa jasa-jasa beliau.

Mari bersama-sama kita doakan

Pahlawan-Pahlawan Nasional agar mereka

tenang dan diterima amal kebaikannya

oleh Allah SWT.



Bismillahiroohmanirrohiim..



Selamat Hari Kartini 😁😍😁😍


Selasa, 18 April 2017

CERPEN : TENGGELAM BERSAMA SENJA

Assalamualaikum..
Senangnya cuaca hari ini tidak terlalu panas mendukung kita untuk beraktivitas dengan nyaman😊


Temen-temen Kang Azis punya cerpen bagus looo.. Karangan dari Mbak Rosmania Robichatun dengan Judul : TENGGELAM BERSAMA SENJA. Ceritanya menceritakan tentang orang tua yang berjuang keras demi masa depan anaknya. Wah, kayaknya menarik tuh bacaa yuuu..

Bismillahirrohmanirrohiim..

TENGGELAM BERSAMA SENJA


Oleh : Rosmania Robichatun


     Suasana itu nampak sama seperti suasana beberapa tahun lalu. Suara keramaian barisan mahasiswa taaruf menyapa lelaki yang turun dari mobil membawa sebuah koper sambil menyeringai tersentuh terik matahari. Setelah sekian lamanya beranjak dari kampus yang gedung kembarnya selalu menyambut penuh kemegahan pembangkit semangat jiwa-jiwa yang haus akan indahnya menemukan cahaya pengetahuan dan ilmu Tuhan.
     Wildan lelaki yang menenteng koper itu tengah melambaikan tangan menghampiri seorang pemuda yang bergelar mahasiswa di pelataran parkir gedung AR Fakhruddin B, pemuda itu pun menyambut dan mengulurkan tangannya kepada Wildan. Mereka berbincang dan saling memperkenalkan diri sebelum kemudian memberi koper uang tersebut. Sementara Wildan memeriksa dan menerima sebuah bendel kertas bersampul merah bertuliskan proposal dengan font times new roman.
“Terimakasih ya mas, dapet salam dari kawan-kawan. Maaf nggak bisa nemuin mas Wildan”
“hmm,, sama-sama. Nggak apa-apa kok, aku juga pernah jadi aktivis sibuk kaya kalian. Aku seneng bisa bantu kalian aktivis kampus. Mudah-mudahan dana yang sedikit ini bermanfaat yah”
“wah... kalau gitu, cerita sedikit dong mas pengalamannya selama jadi aktivis”
“kalau pengalaman jadi aktivis sih, kamu pasti nanti bisa mengalaminya sendiri, tapi buat sekedar inspirasi aku cerita tentang pahitnya jadi seorang yang ingin mengejar cita-cita yang kata orang harus setinggi langit’
“yaa, nggak apa-apa lah mas, barangkali bisa memotivasi dikiiit,”
“iya deh, aku cerita perjalanan kuliahku. Semoga menginspirasi sebelum datang penyesalan kaya aku nih.”
     Waktu yang tidak pernah aku hargai itu selalu bergulir dengan penuh kesia-siaan. Menuntut ilmu di bangku perkuliahan pun seolah tak berharga bagiku. Semua itu karena kegagalan hanya sebuah rintangan belaka untuk perjalanan hidupku menuju impian yang kelak harus terwujud. Tiga tahun lamanya aku keluar masuk perguruan tinggi yang berbeda-beda dan aku kira jurusan yang aku jalani bukan kehendak ku. Setelah tiga tahun aku akhirnya menyerah pada keadaan, itupun karena ketidakputusasaan ibu dan bapak ku menasehati. Sampai aku memulai untuk mengakhiri study ku dengan pilah-pilih kampus ini dan kampus itu sebelum kemudian aku benar-benar fokus kuliah di Fakultas Agama Islam kampus tercinta ini. Tapi tidak semudah itu masuk diperguruan tinggi yang lebih mahal biayanya dibandingkan dengan perguruan tinggi tempat aku menghentikan masa kuliahku ditengah jalan. Dan memilih untuk sementara melakukan aktivitas di rumah. Suatu saat di rumah hangat itu kian terasa ketidaknyamanan yang semakin memburuk. Mata berkaca dari seorang wanita yang aku cintai itu melemahkan nafasku setiap pagi.
     Sore itu bapak ku penuh semangat mangajakku ke rumah orang yang aku panggil Om meski banyak orang memanggilnya wakil rakyat. Ramai rumah itu selalu berlangsung setiap hari. Om ku yang ini memang orang terkaya di komplek kampungku. Seorang petugas kebersihan di rumah yang tidak terlalu mewah itu menyambut dengan ramah kedatangan kami lantas mengantarkan kami menemui Om yang menghabiskan waktu senjanya degan bermain catur bersama anaknya. aku dan bapak dipersilahkan duduk di sofa yang empuk bersama Om. Dengan rasa khawatir dan tekad yang mungkin karna terpaksa bapak akhirnya bergeming.
“Mas, saya datang kesini memang ada sebuah hal penting. Sebagai seorang Bapak pasti mendukung semua hal yang terbaik untuk anaknya, seperti Wildan yang ingin berubah”
“Iya, saya tahu, langsung saja lah kamu mau ngomong apa?”
“Wildan mau masukm kuliah,”
“Tapi kali ini saya aku serius Om, aku akan fokus kuliah sampai wisuda, nggak akan pindah-pindah kampus lagi” celetukku.
“Harusnya kamu sadar dari dulu Wildan akan hal itu, dan ini apa hubungannya dengan ku?”
“Mas kan tahu sendiri, tiga tahun Wildan kuliah selalu dengan keringanan beasiswa, jadi saya nggak terlalu repot mikirin keuangan dia, tapi kan yang  ini...
“Lha iya, anak kamu yang satu ini kan mentalnya mental orang plin-plan, apa-apa ngampang bosen dan nggak betahan,” tebas lelaki bertubuh tinggi besar itu memotong kalimat yang belum selesai disampaikan Bapak ku.
“Ehmm,, sebenarnya saya kesini mau pinjem uang buat biaya masuk kuliah Wildan, ya mudah-mudahan kali ini dia serius dan istikomah”
“Sudah diduga, berapa kamu mau butuhnya?”
“Nggak banyak, Cuma buat biaya registrasi sama biaya lainnya sekitar 10 juta. Tapi Alkhamdulillah saya udah ada tabungan sekitar 2 juta mas. Ya kalau paman Wildan ada sih saya mau pinjem 8 juta.”
“lagian kamu itu lho, nggak punya duit kok maksa kuliahin anak!”
“Om,, Wildan nggak dapet paksaan apa-apa dari Bapak, ini mau Wildan sendiri”
“kamu juga, mbok ya mikir, bocah brandalan kaya gini diturutin terus kemauannya, ya jadi nglunjak gini nih, repot sendiri kan kamu”
“Jadi mas, bisa pinjemin berapa?”
“Lha kok malah nanya, dia kan anak kamu! ngapain kok saya yang repot keluarin duit jutaan, ya kalaupun ada duit juga pasti buat kepentingan saya yang lain lah”
“Wildan, udah lah, daripada kamu kuliah bikin repot orangtuamu mending ikut om kerja di Kabupaten. Nanti om usahain biar kamu bisa kerja di sana, kemarin om denger katanya supir mobil kantor bupati keluar dari kerjanya. Ini kesempatan Wildan, kamu bisa bantu orangtua kamu mencari rezeki”
“Nggak usah Wildan!!” tolak Bapak ku dengan setengah teriak. “kamu nggak usah khawatir, nanti biar Bapak jual sawah Bapak saja buat biaya kuliah kamu”
“Saya ini nggak  bisa bantu materi, tapi niat saya mau bantu kasih pekerjaan buat Wildan, tapi kalau Bapaknya nggak mau ya udah nggak masalah”
“Kami pamit mas, udah hampir maghrib nggak baik masih ada di rumah orang” kata Bapak sambil menarik lengan ku untuk keluar dari rumah Om yang sudah seperti orang lain bagi kami karena jabatan dan kekayaanyang sekarang sedang mengelilinginya.
     Saat itu juga tiba-tiba seakan ada makhluk asing yang menyerang hati dan pikiran ku. Rongga dada terlalu sempit hingga menangispun tak mampu. Angin menerbangkan daun-daun kering yang berserak di jalan dan menggoyangkan dahan di pepohonan mengiringi senjakala yang penuh goresan-goresan perih dan kepahitan. Sungguh batin ini sebenarnya menjerit, memaksa angin menerbangkan jauh goresan luka yang perih ini dan berharap kepahitan ini dibawa pergi tenggelam bersama senja. Keheningan yang membeku sejak keluar dari rumah si kaya itu ingin segera aku pecahkan walaupun dengan suara yang melemah ditenggorokan.
“Bapak, sawah siapa yang mau Bapak jual? Setahu ku Bapak nggak punya sawah, tanah maupun kebun. Lalu dengan apa Bapak mau biayai kuliah ku. Aku nggak apa-apa pak kalau memang harus kerja.”
“Yang akan Bapak jual adalah keringat Bapak yang dicampur dengan tekad kuat. Udah, ini urusan orangtua, nggak usah teralalu ikut campur”
     Tapi itu adalah kepahitan dulu yang sebenarnya tidak ingin aku ingat-ingat lagi. Aku bisa sesukses ini bukan karena aku orang yang hebat. Tapi aku hanya orang beruntung yang punya orangtua luarbiasa disampingku. Hanya satu pesan mereka pada ku saat aku bertekad mengubah masa depan. Kata Bapak ku “Niatkan dengan niat belajar” seperi kata aktivis Islam sejati Rosul Muhammad teladhan kita, “Utlubul ilma minal mahdi ilal lahdi”. Dan pinta Ibu adalah bahwa “Jangan pernah mendekte Tuhan” artinya apa pun takdir yang kita jalani sekarang tidak luput sama sekali dari catatan Tuhan. Sekarang giliran pesan ku untukmu. Sekaya dan semampu apapun orantua kita, tetap saja mereka tidak nyenyak tidur memikirkan masa depan kita. Mereka benar-benar rela menghabiskan waktu mereka untuk dapat ditukar dengan benda yang mereka sebut uang dengan cara yang begitu melelahkan. Orantua kita bagaikan bintang utara, penunjuk jalan saat kita tak tahu arah melangkah.
     Sebelum telapak kaki Wildan meninggalkan tanah kota pelajar itu, ia menyempatkan memberi nasihat kepada mahasiswa yang ada dihadapannya. Mendekati pukul 4 sore itu, pelataran parkir luar gedung kembar mulai sepi. Mobil jeep hitam keluaran Australia itupun melaju mendekati gerbang utama untuk segera meninggalkan kampus sampai mobil itu lenyap dari pandangan.

- - - - - SELESAI - - - - -

Makasih yaaa temen-teme semuaaa sudah mau baca cerpen Kang Azis sampai akhir. Hatur Nuhun...

Kantor Layanan Lazismu Umbulharjo 
Alamat : Gedung Dakwah PCM Umbulharjo, Jl. Glagahsari 136 Umbulharjo Yogyakarta
No : (0274)380041 / 08995051540


Senin, 03 April 2017

Cerpen : BEGINIKAH CARA-MU MENDEWASAKANKU?

Selamat pagi umat Nabi Muhammad SAW..☺☺

Pagi-pagi gini enaknya ngapain yaa?

Ah aku tau baca cerpen dari Lazismu Umbulharjo pasti seru.



Yukyuk temen-temen bacaaa ↓


BEGINIKAH CARA-MU MENDEWASAKANKU?

Oleh : Pawitri Mulyaningsih
Email : pawitrim@yahoo.com
“Kematian itu mungkin duka bagi yang ditinggalkan,tapi sejatinya itu adalah jembatan   menuju kebahagiaan yang hakiki. Aku pun tahu, ia ikut menangis denganku. Tapi kini aku lega, tenang karena aku tahu ia sudah bersamaMu dalam dekapan hangat dan kasih”
**************************************************************
“Ayah percaya, Wiji  bisa menjadi orang sukses yang kelak bisa bermanfaat untuk orang lain”. Pesan terakhir yang Ayah katakan kala itu. Semenjak menikah dengan ayahku, ibuku tak bekerja. Dan saat ini cobaan yang berat ketika ibuku harus memiliki peran yang lebih dari sebelumnya.
      “Terimakasih kawan, entah apa aku sanggup melalui proses ini tanpa kalian”
Entahlah, tak pernah terbesit dalam pikiran ibuku untuk menikah lagi. Padahal seorang Ayah dapat membantu kehidupan kami, pikirku kala itu. Ketakutan terbesarku saat ini adalah usainya semua ini. Tentang mimpiku untuk kuliah yang mungkin akan berakhir sampai di sini. Mimpiku untuk menjadi seorang psikolog, pupuslah sudah.
“Nduk, sebisa mungkin ibu akan membiayai sekolahmu. Kau harus tamat S1. Seperti yang dicita-citakan Ayahmu. Bulan depan kau juga harus ikut lomba senam lantai tingkat nasional, jadi kau tidak usah berpikir yang aneh-aneh.Pasti ada jalan rizki untuk kita”
“Tapi Bu...”
“Sss.....ssstttt. Ayah dan Ibu sudah berjanji akan menyekolahkanmu sampai lulus sarjana. Kamu harus menjadi orang yang bisa bermanfaat untuk orang lain” ibu membelai jilbab marun yang aku kenakan. Terbukti, tak sampai di sini kehidupan kami. Ibuku menghidupi kami dengan berjualan kue, menjahit, dan menjadi buruh cuci di tempat laundy. Merasakan betapa kerasnya usaha ibu membuatku semakin bertekat dan yakin untuk mewujudkan cita-citaku, memenuhi keinginan ayah untuk bisa menjadi atlet sepenuhnya dan lulus sarjana kemudian jadi seorang psikolog yang bermanfaat. Aku juga ingin melihat ibu menampakkan senyum terindahnya karenaku.
“Semangat Wiji!” Hibur Una temanku. Una benar, aku harus semangat.
“Aku adalah gadis yang ingin membangun peradaban. Jadi nggak boleh loyo” gumamku.
“Kamu harus kuat dalam badai sekencang apapun. Ingat Wij, kamu juga nggak sendiri di sini”
“Aku tak ingin mengecewakan Ayah  Un. Betapa beliau ingin anaknya ini menjadi atlet. Apalagi bulan depan aku ikut lomba senam lantai tingkat nasional yang telah aku impikan sejak kecil. Besar harapan Ayah untuk menyaksikan aku mengikuti lomba itu, apalagi membawa medali dari sana”
“Lalu apa yang akan kau lakukan?”
Seketika bulir-bulir air mata mengalir dari pelupuk mataku.
“Aku lelah dengan semua ini Un. Aku bingung. Aku tak ingin lagi seperti ini. Aku...aku............
“Aku mengerti Wij!  Una memelukku begitu erat. Aku dapat merasakan betapa ia menyayangiku.

******************************************************************
 “Jadi gimana Wij, minggu ini sudah bisa mulai latihan? Kau tenang saja, masalah kuliahmu nanti aku pasti bisa membantumu. Jadi atlet atau psikolog, nanti aku akan membantumu mencari sekolah dan biayanya”
Selalu begitu hiburnya. Pak Anto adalah pelatih senam artistikku sejak SD. Beliau sudah mengerti tentang keluargaku. Bahkan cita-citaku yang ingin  menjadi psikolog terhalang oleh biaya.
“Semua ini menyulitkanku Un. Aku semakin bingung memposisikan diriku, Aku harus bagaimana ? Aku hanya ingin taat kepada perintahNya. Aku tak ingin lagi menampakkan lekuk tubuhku di depan semua orang dengan ikut lomba senam artistik itu.. Aku ingin menjadi muslimah sepenuhnya”
Wiji.......”
“Kenapa Allah sendiri yang menyulitkanku Un? Dia menciptakan makhluknya ini dengan kelebihan yang tidak sepantasnya dilakukan oleh seorang wanita muslim?”
“Nanti malam kamu sholat istiqarah, minta diberikan pilihan yang terbaik. Besuk aku antar kamu menemui Pak Anto”
“Ketakutan terbesarku saat ini hanya satu Un . Aku takut Ayah kecewa. Aku takut tidak bisa mewujudkan mimpi Ayah yang selalu beliau sebut dalam do’anya”
“Menjadi orang yang bermanfaat untuk orang lain dan mengharumkan nama keluarga nggak  harus jadi atlet kan Wij. Dia tahu apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan”
“Bismillah.. Do’akan aku Un
Mencari kesempatan walau berbekal impian, berlomba dengan waktu yang berjalan.
“Selamat pagi Pak” sapaku
Wiji, masuklah! Jadi kapan kau siap latihan?  Akhirnya cita-cita yang telah kau impikan sudah di depan mata”
“Maaf Pak, bukannya saya tidak memanfaatkan kesempatan 99 % yang Bapak tawarkan, namun selagi jalan mimpi masih terbuka 0,1 % untuk saya, maka saya memilih untuk mengejar mimpi saya”
“Kenapa? Kamu yakin dengan keputusanmu? Apa ini karena kamu ingin mempertahankan jilbabmu seperti waktu itu? Kan hanya terhitung berapa menit saja kau tidak mengenakan jilbab. Ingat Wij, ini lomba tingkat Nasional. Pikirkan lagi dan jangan sampai kamu menyesal”
Tiba ketika perasaanku dihancurleburkan oleh proses ini. Mengalami perasaan ingin jatuh, mual, capek, sendirian, putus asa, marah,dan bosan. Bahkan ingin berpikir ulang mengenai mimpi ini. Mimpi untuk meninggalkan duniaku yang sudah aku rintis sejak di bangku sekolah dasar. Mungkin tidak masuk akal. Seorang anak yang sudah memiliki prestasi dalam dunia olahraga, rela meninggalkan mimpinya demi balutan jilbab dikepalanya. Walau masih ada segores mimpi untuk menjadi seorang psikolog nantinya. Dan aku masih takut tidak bisa membahagiakan ayah untuk menjadi atlet yang mengharumkan nama kelurga bahkan bangsa.
Mulailah aku berpikir bahwa aku gila jika meneruskan ide ini. Sebuah keputusan untuk  meninggalkan prestasi yang telah kuukir bertahun-tahun demi cintaku padaNya.
”Kamu menyesal Wij?”
“Tak ada gunanya menyesali masa lalu. Aku hanya ingin menatap masa depanku yang harus kuwarnai dengan kebaikan. Mungkin aku bahagia Un, apalagi ikut lomba senam artistic tingkat nasional memang mimpiku sejak dulu. Tapi itu hanya kebahagiaan duniawi saja kan Un ?”
Terbukti aku memang gila . Mulai dari mengebut surat pengunduran diri, meyakinkan pembimbing, melihat brosur tentang beberapa lomba yang bisa aku ikuti setelah aku keluar dari dunia kelamku.
“Lomba menulis Wij. Kamu harus ikut!
“Sejak kapan aku suka nulis. Kamu ini aneh-aneh saja”
”Kalau begitu lomba da’i Wij . Kamu cocok tuh. Kamu kan juga pinter dongeng ”
“Aku belum pernah ikut lomba da’i. Aku tak yakin.”
“Makannya dicoba. Biar kedepannya yakin”
“Hmmm.. Baiklah, akan aku buktikan pada Ayah, aku mampu menjadi yang lebih baik walau bukan menjadi atlet
“Intine sembodo Un. Buktikan kalau pilihanmu itu tepat. Orang tua butuh bukti pasti, bukan janji”
Aku terdiam menanti. Beralaskan sebuah keyakinan, aku berada dalam bingkai impian. Perlahan tapi pastiaku melangkah membawa sebongkah kebekuan yang hendak kupecah. Aku meniti medan dengan berbalut sebuah asa. Aku dan impianku sederhana, karena aku tahu segala impianku akan terwujud di tanah yang kupijak.
“ Bismillah... Bu, Una mau mengikuti lomba Da’i Pelajar mohon do’anya nggih, agar lombanya barokah, dan diberikan yang terbaik menurutNya.”
“Ibu selalu mendo’akanmu Nduk. Kamu tahu mana yang baik untukmu.Ibu selalu mendukungmu”
“Ibu....”
Suasana haru menyelimuti suasana pagi itu.
“Ayahmu sangat ingin kamu menjadi atlet nasional Nduk. Dia bangga ketika anaknya kelak bisa mengharumkan nama negerinya.” Ibu mendekap album photo bersampul biru dengan berurai air mata.
“Ibu.... Wiji minta maaf”
“Nduk, kenapa harus minta maaf? Kalau begitu pilihanmu, kamu harus yakin. Do’a Ibu selalu untukmu Nak”
“Ayah tak akan marah kan Bu?”
“Ayah ridho, ketika anaknya selalu dalam bingkai kebaikan. Insya Allah..”
Ibu memelukku selaksa ia tak ingin kehilangan orang yang ia cintai setelah ia kehilangan Ayah.Waktupun terus berlari tanpa kompromi, tibalah waktunya untukku  berlomba. Kupandangi photo almarhum ayahku. Tak kuasa aku menahan air mata ini.
“Ayah, maafkan Wiji. Wiji sayang Ayah dan tak ingin kehilangan cinta Ayah”
Aku hanya bisa tawakal setelah segala usaha dan do’a kulakukan dengan sepenuhnya. Dialah sebaik-baiknya penolong. Dan aku percaya Allah akan memuliakan hambaNya yang selalu berada dalam kebaikan.
“Kalau kerja itu totalitas Wij! Apapun hasilnya nanti, usahanya nggak boleh setengah-setengah” Aku selalu ingat kata Ayahku. Beliau seorang Ayah yang selalu totalitas dalam apapun.
Tiba ketika diumumkannya pemenang lomba. Ada namaku yang disebut oleh panitia.
“Juara pertama diraih oleh Wiji Widayati
Suaranya begitu menggelegar. Aku hampir tak percaya, pidato yang aku bawakan tadi mampu mengambil hati dewan juri.Dan terbukanya jalan untuk aku bisa lomba tingkat Propinsi.Aku percaya ini membuka segala pintu karirku yang lain Ada kehangatan yang menjalar di tubuhku. Rasa lemas, haru, dan kini semangatku terpompa lagi.
“Terimakasih telah menjadi bagian dari kekuatan itu Bu. Ayah, aku percaya Ayah bahagia melihatku separti ini. Aku akan berusaha menembus tingkat Propinsi saat lomba nanti”
“Selamat Wij. Aku percaya kamu bisa”
Una, makasih untuk semuanya ya...”
     “ Sebulan lagi hari kelulusan. Jadi mau kuliyah dimana?”
“Entahlah.. Tak mungkin di psikologi dengan mengharap bantuan dari Pak Anto ”
“Lalu....”
“Masih menunggu kejelasan ibuku. Aku tak mungkin memaksakan ibuku untuk sanggup membiayaiku kuliyah demi ambisiku ”
Setelah kelulusan itu, aku semakin tak yakin. Apa semua akan selesai di sini? Aku ingin tak hanya sampai disini. Bahkan,untuk menanyakan kejelasan masa depanku pada ibu saja aku tak berani.
“Masih ingin di Psikologi Nduk?”
Andai orang yang bertanya padaku adalah seorang dermawan yang dengan ketulusan hatinya membiayaiku kuliyah, pasti aku akan mengiyakannya.
“Yang penting kan ilmunya,mau dimanapun Insya Allah baik kan Bu”
“Lalu jadi mau ambil apa Nduk?”
“Bismillah... Pendidikan Agama Islam Bu” jawabku tegas. Kupikir dengan begitu, aku akan mudah mengaktualisasikan diri. Selain mempertimbangkan ekonomi keluargaku, aku tak ingin setengah-setengah ketika dulu aku melepaskan duniaku yang kelam demi sebuah kebaikan.
“Baiklah Nduk, Insya Allah tabungan ibu cukup. Sekarang kamu mempersiapkan diri untuk tesnya. Tiga bulan ini kau manfaatkan dengan baik”
“Insya Allah Bu”
Esok harinya ketika perpisahan,kupandangi halaman kampus SMAku, dan tampak begitu indah. Kusempatkan menyisiri halaman depan aula, sembari menikmati udara yang berhembus pelan.  Kini hidupku menjadi kian indah karena aku mengenal kalian saudara-saudariku. Terimakasih sudah menjadi bagian dari hidupku, menjadi pembelajaran dari proses pendewasaanku. Terima kasih kawan! Dan ingatlah walau kita harus berpisah nanti, kalian tak akan pernah hilang dari ingatannku, bahkan dari hatiku karena kalian adalah kado terindah yang Allah berikan untukku. “Ayah,Ibu.. Wiji sayang kalian. Wiji percaya selama Wiji berada dalam bingkai kebaikan, kalian akan bangga dan bahagia” bulir-bulir air mata mengalir dari pelupuk mataku. Semua kini telah berlalu. Tiada yang ingin kuulang, tiada yang ingin kuubah. Yang ada aku hanya ingin lebih tegar menjalani semua ini, karena aku percaya bahwa setiap prosesnya adalah indah.


-------------------------oOo------------------------------