Lazismu kantor layanan Umbulharjo Aksi bersama untuk sesama salurkan Zakat Infaq Sodaqoh anda melalui rekening BNI Syariah 0457274314 a.n Lazismu Kantor Layanan Umbuharjo dan melalui rekening BUKOPIN Syariah 7709002554 a.n A.Rosyid QQ Lazismu KL.UH

Kamis, 12 Oktober 2017

CERPEN TIGA TAHUN YANG LALU DI 28 DESEMBER

CERPEN ISLAMI

TIGA TAHUN YANG LALU DI 28 DESEMBER

Oleh : Aditya Krisna Prabandaru


            Aku bergegas berlari dari lantai atas rumahku di iringi suara ibuku berteriak,       “love,cepat!, di depan ibuku siap mengunci pintu gerbang sedangkan ayah, kakak dan  adiku  sudah di dalam mobil,  aku masuk dengan nafas terenggah enggah, selalu seperti itu.Diperjalanan aku membisu, kurang satu lagi,dan aku mulai menghitung,satu,dua,tiga,nah!,ibuku sudah menengok kearah kami, tausyiyah segara dimulai.
 “kalian itu,ibu bapak hanya minta sedikit hal, atung- uti itu dikunjungi saja sudah senang,apa sih susahnya, Selalu saja ada alasan,kalian belum jadi orang tua, kalau sudah jadi orang tua, baru kalian  mengerti, betapa berartinya kunjungan dari anak cucu”.
Mobil berhenti didepan rumah bercat hijau, pohon jambunya berbuah,asiik,akan ada kegiatan pengusir bosanku disini, aku segera meloncat keluar, uti membuka pintu sambil tersenyum, kami berebut menyalami, di sofa tampak atung sedang tiduran, sakit diabetes itu tak juga pergi dari badannya yang semakin kurus saja, ada yang berubah, dikedua kaki ada bercak hitam totol-totol, yang seminggu yang lalu aku rasa belum sebanyak itu. Aku jadi meresa bersalah, aku sering sibuk dengan teman-temanku dan mainku, sebenarnya bukan aku malas mengunjungi atung-utiku, aku hanya bingung, harus apa, mengobati, aku tidak biasa, menghibur, aku bukan pujangga, apalagi basa basi, salah satu hal yang paling aku benci di dunia ini.
“love,ayo salim atung sama uti dulu”, tiba-tiba suara ibuku menghentikan kesibukanku memakan jambu hasil petikanku,
”oke mam”, jawabku sambil bergegas lari kedalam,
”belajar ya le, biar jadi orang sukses, jangan bolong-bolong sholatnya”, pesan atung padaku,
 “iya atung”, jawabku. Kami dulu-duluan masuk ke mobil, sementara ibu mengucapkan salam sambil melambaikan tangan.                                                        
 “ ayo le mancing”, kata atung padaku dan adiku, dengan gaya khas, topi biru, kaos, celana pendeknya, dan sandal lili warna coklat. Dengan semangat 45 aku segera mengekor atungku, seperti penjelajah alam lagaknya, melewati belik, pematang sawah, dan sampailah kami di sebuah bendungan sungai, orang jawa bilang dam. Aku dan adiku berkejar-kejaran di sawah, menangkapi ikan-ikan kecil bernama cethol, lumayan,tangkapan kami banyak sekali. Ibu pasti senang pikirku. “le, jangan jauh-jauh..”, atung memeringati, aku menengok kearah atungku, wow, sudah ada ikan diember atung,
“sudah dapat ikan atung?”, tanyaku, “iya le, nanti kasih ibu ya, biar digoreng, buat sambal bawang, nasinya hangat, muantab le..”, “iya atung, muantab, aku juga dapat banyak, ikan kecil-kecil, nanti juga digoreng ibu”, atung melihat kearah pelastik  yang kubawa, wajahnya tersenyum sambil menganggukan kepala.
“hem,baunya enak”, aku melongok ke dalam wajan berisi ikan yang digoreng ibuku,
 “nah, sudah matang, ayo kita makan”, serentak kami menyerbu meja makan, atung bangga dan tersenyum melihat kami semangat makan, kuambil ikan tangkapanku,
 “uff, pahit”, semua tertawa melihat kearahku, “kok pahit atung?”.
“iya, itu namanya cethol, rasanya agak pahit, makanya tidak ada yang menangkapnya, tapi untuk sawah mereka memberikan keuntungan, memakan hama sawah yang ada didalam air”, jelas atung, “o.. begitu”, gumamku.
Tiba-tiba lamunanku terhenyak, suara tahlil mengiringi diangkatnya keranda hijau itu, didalam keranda itu, atungku berbaring, ibu, uti dan bapak menangis, pagi itu, 28 desember, atungku kembali kepangkuan Alloh SWT dengan meninggalkan banyak pesan, kenangan manis dan harapan, harapan kepada aku, kakaku dan adiku, air mataku menetes, mengingat bandelnya aku selama ini, aku menyesal, tapi semuanya sudah terlambat. Kulihat jasad atung mulai ditutupi tanah,
“maaf atung..”, hanya kata itu yang aku ucapkan, doa-doa terlantun dari pak ustazd mengiringi penutupan pemakaman, satu persatu orang pergi meninggalkan pusara, tinggal ibu, bapak, aku, adik dan kakaku. Ku lihat  bapak meraih tangan ibu, mengajaknya pulang, kami semua terdiam berjalan dibelakangnya.                   
Didalam rumah kulihat uti masih menangis ditemani sanak saudara, kupandangi foto atung dikamarnya, senyumnya lebar, seperti senyumku, air mataku menetes, kubaca tulisan diruang tamu, “sudahkah anda sholat”, baru aku mengerti makna tulisan yang dibuat atung itu, ya, sholatlah yang nantinya akan dihisab pertama kali di hari akhir, sholatlah ukuran baik-buruknya seseorang, sholatlah pagar dari dosa dan maksiyat, atungku,tak ingin kami lalai dalam sholat, sungguh sejak saat itu, aku berusaha untuk satu hal, tidak akan meninggalkan sholat.Doaku, semoga atung mendapatkan tempat terbaik disisi Alloh SWT, Amin ya Robbal’alamin. 

(untuk atungku)

END

0 komentar:

Posting Komentar